
Rinduku padamu terasa seperti angin malam yang mengalun pelan tapi menusuk, menyusup masuk ke relung hati tanpa permisi, menyisakan rasa yang penuh tapi tak bisa kuungkapkan sepenuhnya. Kasih sayangku ini dalam dan diam seperti lautan yang tak terukur, di permukaan mungkin tampak tenang, tapi di kedalamannya bergemuruh ombak yang kuat, tak sabar untuk sampai ke tepi.
Aku merasa seperti dedaunan yang tak berdaya tertiup angin, yang selalu ingin kembali ke dahan yang menjadi tempatnya berpulang—seperti rinduku yang selalu ingin kembali ke dalam hangatnya dekapmu. Setiap kali aku mengingatmu, dadaku sesak, seakan ada ribuan kata yang mendesak ingin keluar, tetapi tetap terpenjara, terhalang jarak yang memisahkan. Rinduku padamu adalah hujan yang turun di tengah kemarau panjang, membawa kesejukan sekaligus kepedihan, sebab meski air mata kerinduan ini tak pernah berhenti mengalir, aku masih tak bisa mendekapmu dalam nyata.
Engkau bagai bintang di langit malam, hadir dengan cahayamu yang indah namun jauh, membuatku terpikat, namun tak pernah bisa kugapai. Rasanya hatiku ini seperti bulan yang kehilangan sinarnya, menunggu matahari untuk kembali menyentuh, hanya untuk bisa bersinar di dekatmu. Setiap detik yang berlalu menjadi pengingat betapa rindu ini menunggu dan menunggu, seakan-akan waktu berjalan pelan dan membawa beban, semua demi menanti saat ketika aku bisa melihatmu lagi.
