NM.Adnyani

Kisah Cinta Pārvatī dan Śiva: Kesetiaan, Kesabaran, dan Transformasi
Di antara banyak kisah cinta dalam mitologi Hindu, hubungan Śiva dan Pārvatī adalah salah satu yang paling mendalam. Namun, perjalanan mereka menuju pernikahan tidaklah mudah.
Pārvatī adalah reinkarnasi dari Sati, istri pertama Śiva yang mengorbankan diri karena penghinaan terhadap suaminya. Setelah kehilangan Sati, Śiva tenggelam dalam kesedihan dan memilih untuk hidup dalam tapa yang mendalam, menjauh dari dunia.
Namun, Pārvatī yang sejak lahir sudah ditakdirkan untuk menjadi pasangan Śiva, tidak menyerah. Dengan penuh kesabaran dan cinta, ia melakukan pertapaan panjang untuk membuktikan ketulusannya. Selama bertahun-tahun, ia menjalani disiplin spiritual yang keras, bertahan dari ujian dan godaan.
Di sisi lain, para dewa juga menginginkan persatuan mereka karena hanya anak dari Śiva dan Pārvatī yang dapat mengalahkan Asura Tarakasura. Oleh karena itu, Kama, dewa cinta, dikirim untuk membangunkan Śiva dari meditasinya dengan panah cintanya. Namun, alih-alih jatuh cinta, Śiva marah dan membakar Kama menjadi abu.
Melihat ketulusan Pārvatī, akhirnya Śiva menerima cintanya. Namun, sebelum menikah, ia menguji Pārvatī dalam berbagai cara untuk memastikan bahwa ia tidak hanya mencintai sosoknya, tetapi juga jalan hidupnya yang penuh dengan kesederhanaan dan spiritualitas. Setelah melewati semua ujian, Pārvatī akhirnya bersatu dengan Śiva dalam pernikahan ilahi, menjadi manifestasi sempurna dari keseimbangan Divine Masculine dan Divine Feminine.
Makna Kisah Ini dalam Pernikahan Ideal
Pārvatī tidak hanya menunggu atau menuntut cinta dari Śiva. Ia berusaha, bertumbuh, dan menunjukkan keteguhannya. Śiva pun tidak asal menerima, tetapi memastikan bahwa Pārvatī benar-benar siap untuk bersatu dengannya.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa cinta sejati tidak datang dengan instan. Ia membutuhkan kesabaran, ketulusan, kematangan, dan kesiapan diri sebelum dua jiwa benar-benar bisa bersatu dalam harmoni.
Lalu, bagaimana kita bisa membangun kapasitas untuk mencapai pernikahan yang seimbang seperti Śiva dan Pārvatī?
Memahami Energi Divine Masculine dan Divine Feminine
Dalam setiap individu, ada dua energi utama:
• Divine Masculine: kepemimpinan, keteguhan, keberanian, kestabilan, dan perlindungan. Ini adalah energi yang menghadirkan ketenangan dalam kehidupan.
• Divine Feminine: kelembutan, intuisi, kebijaksanaan, penerimaan, dan transformasi. Ini adalah energi yang membawa kehangatan, kasih sayang, dan inspirasi.
Pernikahan yang harmonis adalah ketika kedua energi ini hadir dan saling melengkapi—bukan mendominasi satu sama lain. Śiva tidak mengontrol Pārvatī, dan Pārvatī tidak mengorbankan dirinya untuk Śiva. Keduanya ada dalam hubungan yang setara dan penuh cinta.
Menyembuhkan Luka Batin Sebelum Memasuki Pernikahan
Hubungan yang sehat dimulai dari individu yang sehat. Jika kita membawa luka batin yang belum sembuh ke dalam pernikahan, luka itu akan terus muncul dalam bentuk konflik, ketakutan, atau ketidakseimbangan. Oleh karena itu, perjalanan menuju pernikahan ideal harus dimulai dengan penyembuhan diri—memahami pola trauma, berdamai dengan masa lalu, dan membangun kepercayaan diri.
Mengembangkan Kematangan Emosional dan Spiritual
Menjadi dewasa bukan hanya soal usia, tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola emosi, mengambil tanggung jawab, dan memahami makna kehidupan. Śiva adalah simbol kesadaran tertinggi, sementara Pārvatī melambangkan keteguhan dalam pencarian spiritual. Untuk membangun hubungan yang kokoh, kita perlu mengembangkan kedewasaan emosional dan spiritual, baik melalui meditasi dan refleksi
Membangun Hubungan yang Setara dan Saling Melengkapi
Pernikahan yang harmonis bukan tentang siapa yang lebih dominan, tetapi tentang bagaimana dua individu bisa bekerja sama sebagai tim. Laki-laki yang telah membangkitkan Divine Masculine-nya tidak akan merasa terancam oleh perempuan yang kuat, dan perempuan yang telah membangkitkan Divine Feminine-nya tidak akan merasa perlu mengendalikan segalanya. Keduanya saling mendukung, menghargai, dan tumbuh bersama.
Pernikahan bukan hanya tentang cinta romantis, tetapi juga tentang nilai-nilai yang dijalankan setiap hari. Śiva dan Pārvatī mengajarkan bahwa hubungan harus berlandaskan dharma—prinsip hidup yang benar. Ini berarti menjunjung kejujuran, kesetiaan, kesabaran, dan komitmen terhadap pertumbuhan bersama.
Pernikahan ideal bukan sesuatu yang tiba-tiba terjadi, tetapi hasil dari proses panjang membangun kapasitas diri. Ini adalah perjalanan dimana dua individu yang sudah matang bertemu dan saling menguatkan, bukan saling mengisi kekosongan atau menyembuhkan luka satu sama lain.
Seperti halnya Śiva dan Pārvatī yang melalui banyak ujian sebelum bersatu, pernikahan sejati juga membutuhkan kesabaran, ketulusan, dan kebijaksanaan. Jika kita ingin memiliki pernikahan yang ideal, maka kita harus lebih dulu menjadi pribadi yang ideal.
Semoga refleksi ini menjadi pengingat untukku dan juga untuk siapa saja yang sedang berproses dalam menemukan atau membangun hubungan yang lebih bermakna.
