NM. Adnyani

Dulu, ketika saya tinggal di sebuah ashram, saya belajar bahwa sebelum memperoleh sarapan pagi, terlebih dahulu harus melakukan sebuah pekerjaan. Entah itu menyapu, merapikan tempat tidur, puja pagi, mencuci, atau tugas lain yang bisa dikerjakan.
Kami menjalani kebiasaan ini dengan penuh semangat. Setiap orang memiliki perannya masing-masing, termasuk mereka yang bertugas memasak. Tidak ada yang mengeluh meskipun jam makan terkadang terlambat. Kami dididik dengan konsep karma phala—bahwa apa yang kita terima harus diawali dengan usaha. Makanan yang masuk ke tubuh adalah hasil dari kerja, bukan sesuatu yang datang begitu saja tanpa usaha.
Selama beberapa bulan, kebiasaan ini tertanam dalam diri saya. Ketika berumah tangga, saya tetap menerapkannya. Saya bekerja terlebih dahulu sebelum akhirnya sarapan pagi. Ternyata, selain menjadi latihan disiplin dan tanggung jawab, kebiasaan ini juga sangat sesuai dengan kebutuhan biologis tubuh. Setelah sistem pencernaan beristirahat panjang sepanjang malam, tubuh memang sebaiknya dibawa beraktivitas terlebih dahulu sebelum menerima makanan.
Namun, ketika saya mengamati kebiasaan anak-anak masa kini, saya melihat perbedaan yang cukup mencolok. Banyak dari mereka yang langsung pergi ke dapur untuk makan setelah bangun tidur, tanpa melakukan aktivitas apa pun sebelumnya. Kebiasaan ini, tanpa disadari, membentuk pola pikir bahwa pemenuhan kebutuhan diri lebih utama dibandingkan dengan pelayanan atau usaha.
Dari segi kesehatan, pola ini juga kurang ideal. Sistem pencernaan yang masih dalam kondisi istirahat langsung dibebani dengan makanan. Akibatnya, tubuh tidak diberi kesempatan untuk beradaptasi secara alami sebelum menerima asupan pertama di pagi hari. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa generasi saat ini lebih rentan terhadap berbagai penyakit dibandingkan generasi sebelumnya.
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa pola hidup yang sederhana namun penuh kesadaran dapat membentuk karakter dan kesehatan yang lebih baik. Sebuah pelajaran dari ashram yang tetap relevan hingga kini.
—Prema—
