Mudik adalah kebiasaan orang Indonesia sejak lama. Pulang untuk melihat kembali kampung halaman, kenangan masa lalu, masa kecil akan mengingatkan kita bagaimana kita bisa ada disini sekarang. Setiap hari kita adalah pencetak sejarah bagi diri kita sendiri. Hadir ke masa lalu tdk selalu buruk, hadir ke masa lalu membuat kita menjadi pribadi yang pandai bersyukur dan lembab…
Di bln september ini, tepatnya tanggal 10 – 12 september aku memutuskan mudik utk keperluan acara keluarga. Aku berbahagia mendpt kesempatan ini, sejak lama sekali aku ingin plg tapi belum ada kesempatan. Perjalanan ditempuh dlm waktu 7 jam melewati sangatta, Bengalon, Gunung Sekrat dan beberapa tempat lainnya. Perjalanan ini sungguh panjang. Aku tiba di sore hari sekitar pukul 5 sore. Aku segera bersujud pada ibuku, setelah itu aku menyibukkan diri untuk mengambil gambar rumah masa kecilku ini. Maklumlah aku plg setahun sekali. Itu krn jarak tempuh yang sangat jauh dan keterbatasan waktuku. Setelah cukup utk mengambil beberapa gambar maka aku segera membersihkan diri dan dinner. Seusai itu, waktuku kuhabiskan untuk berkumpul bersama keluarga, saudara2ku juga datang. Malam harinya, spt kunjunganku di waktu yang lalu, anakku sakit, entah krn masuk angin, mabuk atau stress, yang jelas Ia diare, demam tinggi dan meler. Sebentar ia menangis, sebentar bermain. Jadilah kita semalaman begadang nungguin dia. Heemm… Malam yang melelahkan.
Pada hari kedua, aktifitas pagiku tdk berubah spt sewaktu di rumah, Yoga pagii lalu sarapan dan kemudian membersihkan diri. Setelah itu aku berkunjung ke rumah adikku di wilayah Transmigrasi baru. Aku tdk ikut dalam rute suamiku untuk menjelajahi lahan milik mertua maupun milik PHDI, krn medannya terlalu berat, aku memutuskan mengubah rute kunjunganku. Bhadrika yang mulai agak sehat dari sakitnya semalam, kutinggalkan di rumah bersama Ibuku, neneknya.
Perubahan rute itu ku alihkan ke rumah kakakku. Disana aku hanya sebentar, sempat berfoto ria saja. Tdk ada pembicaraan khusus krn aku sudah banyak ngobrol di malam sebelumnya. Kakakku dg kondisi kehamilannya yang nemasuki usia 4 bln, memutuskan utk tinggal dirumah dan tdk ikut suaminya ke kebun.
selanjutnya kuputuskan plg ke rumah utk melihat kondisi Bhadrika. Hemmm, ternyata ia bermain dan baik2 saja. Lalu aku merayunya utk pergi tidur siang krn waktu sudah agak siang. Dan akhirnya iapun tertidur. Mengisi Waktu tidur anakku ku gunakan utk mengunjugi KTM Kota Terpadu Mandiri yang tersedat pembangunannya. Aku juga bersemangat mengunjungi pembangunan jalan menuju pelabuhan bual2. Pelabuhan besar utk kapal2 pengangkut kelapa sawit. Kelapa sawit menjadi fokus perkebunan di daerah ini.
setelah menghabiskan waktu untuk berfoto dan memandangi tanah kalimantan yang luas dan berbukit ini aku merasa terhanyut dalam besarnya kuasa Tuhan. Serta rasa syukurku mendapat kesempatan hidup di tanah nusantara ini. Sepanjang jalan menuju rumah, aku masih terkagum2.
Sesampai dirumah, aku masih tetap bersemangat utk mengetahui lebih jauh tentang potensi daerah ini, walau terus bersemangat, ku upayakan mengistirahatkan badanku, hingga akupun tertidur. satu jam kemudian aku terbangun lalu menikmati makan siang bersama keluarga. Sungguh menyenangkan
Pada sore hari kuhabiskan waktu utk mengunjungi nenekku yang sudah sepuh. Usianya hampir 80 tahun.
Nenekku sangat menginspirasi. Ia menghabiskan seluruh waktunya dengan mencintai dirinya sendiri, ia terhanyut dalam keheningan dirinya sendiri. Ia mengisi waktunya dengan membuat anyaman dari bambu yang disebut Kukusan (wadah untuk mengukus). Ia menyiapkan sendiri. Meskipun matanya tdk dpt melihat dengan jelas sesuatu yang tipis atau kecil, tapi tangannya memiliki mata, tangannya bekerja dg sangat lihai. Ia membelah bambu2 itu dg tangannya yang mulai keriput. Ia tdk ada banyak bicara. Ia selalu diam. Diamnya bukan kemarahan atau beban, diamnya adalah kebahagiaan. Aku lihat senyumnya masih tampak bugar dan manis. Ia selalu ceria. Ia tdk terbebani dg dirinya. Ia bebas. Ia bahagia. Kondisinya sehat meskipun ia berjalan dengan dibantu oleh tongkatnya. Aku sungguh bangga, sangat sedikit org tua yang berbahagia dimasa tuanya. Meskipun masa mudanya mungkin bagi kita tidak cemerlang, ia bercerai dari suaminya, dan ia mengasuh anaknya seorang diri. Baginya, hal2 seperti itu tidak pernah membebaninya. Itulah obrolan singkatku dg nenek yg sangat menginspirasi. Ia bicara hanya jika perlu bicara. Hidupnya tidak penuh dengan tuntutan-tuntutan. Aku bahagia melihatmu nenek. Bhadrika anakku belum pernah bertemu buyutnya, karena itu nenek sangat menginginkannya bertemu. Secara sengaja aku tidak membawanya kesana karena kondisinya yang belum pulih dari demamnya. Namun karena nenek memintanya, aku tidak menolak untuk memenuhi keinginan nenek bertemu dengan buyutnya. Kuputuskan untuk menelfon adikku di rumah untuk memandikan anakku dan membawanya ke rumah nenek, sementara aku menunggu disana. Pertemuan itu sungguh mengharukan. Seperti kebiasaan/tradisi orang bali kebanyakan, pertemuan itu tidak dapat langsung bertemu atau tersentuh, ada tradisi “meperas” (permohonan) berupa memberikan sangu dalam bentuk uang kepada buyutnya, anakku. Dalam bahasa orang bali, buyut disebut dengan Kumpi. Anakku dengan semangat memanggil Kumpinya dan kemudian malu2. Aku bersyukur krn Bhadrika masih mau berfoto dengan buyutnya. Dan ini adalah anugrah istimewa.
Setelah menghabiskan waktu bermain bersama anakku dan nenekku, aku kembali pulang utk mempersiapkan diri mengikuti upacara “agnihotra” yang memang disiapkan untuk kami. Aku mengikutinya dengan semangat. Aku juga tdk mengira jika anakkupun demikian semangat, mempersembahkan beberapa butir beras kuning ataupun biji2an lain ke dalam api pemujaan. Sungguh acara yang hikmat. hari mulai larut dan waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, aku sangat kelelahan karena aktifitasku sepanjang hari. Aku tertidur tanpa Bhadrika. Ia asik bermain bersama tantenya.
Pada pagii harinya, aku bangun lebih awal, aku segera bergegas untuk membersihkan diri dan kemudian pergi puja. Kesempatan seperti ini mungkin sangat jarang kunikmati sehingga aku tidak menyia-nyiakan sedikitpun waktu itu. Puja pagii dan kemudian Yoga memang adalah aktifitas rutinku dirumah, namun terasa sangat berbeda dengan di rumah masa kecilku itu. Sesungguhnya semangatku itu diinspirasi oleh ayahku. Secara diam2 aku memperhatikan sikap dan caranya bekerja. Ia sungguh sangat efektif. Ia adalah inspirasiku untuk menjadi efektif. Ia bangun lebih pagii dariku, aku melihatnya sudah selesai puja dan sedang berlatih Yoga. Dalam bekerja, ayahku tidak pernah mengulur waktu, ia terfokus dan ia adalah contoh orang efektif bagiku. Terimakasih telah memberi contoh ayah. Love You so Much.
Aku juga sangat bersyukur terlahir di keluarga ini, ayah dan ibuku adalah inspirasi spiritualku. Ayahku memang seorang “pemangku” atau pendeta tahap awal. Sehingga aku dapat melihat bagaimana ia bersikap dan bekerja. Itulah ayahku yang selalu tampak awet muda meskipun usianya lebih dari setengah abad.
Kembali pada aktifitasku. Hari itu adalah hari terakhir aku disana, perasaanku bercampur aduk. Maklumlah aku jarang sekali bisa pulang. Terhitung sejak aku pulang terakhir, sudah 8 bulan aku baru pulang lagi. Setelah latihan Yoga, aku sarapan dengan anak dan suamiku. Lalu segera aku dan anakku mandi lalu mempersiapkan diri untuk sembahyang di Pura Jagatnatha. Pura itu terletak di puncak Gunung Banteng. ku akhiri cerita perjalananku dengan pemujaan di Pura itu. Dan bersiap berangkat kembali ke Bontang…
Inilah catatan perjalananku.
Terimakasih atas segala Berkah Tuhan Yang Maha Pemberi, Engkau Memberiku orang tua yang sempurna bagiku.
Salam Rahayu. Have a nice Thursday…