
Di era modern ini, kita hidup dengan berbagai situasi yang dapat dengan mudah memicu kita mengalami stress. Karena itu kita menjadi terbiasa dengan situasi yang membuat kita stress. Ada banyak kemungkinan kita mengalami stress dalam berbagai situasi, untuk itu kita pahami dahulu apa itu stress. Stress didefinisikan sebagai respon tubuh fisik, psikis, emosi maupun mental terhadap ketegangan. Ketegangan atau strain yang menyebabkan adanya stres harus kita pelajari dulu. Apa sebenarnya ketegangan itu? Apa yang menyebabkan terjadinya ketegangan? Apakah ketegangan itu harus dihindari ?
Kita menjadi tegang karena takut, takut menghadapi situasi, takut menghadapi seseorang, bahkan takut menghadapi kehidupan itu sendiri. Kita pun selalu melawan rasa takut, tanpa mengenalnya. Kita akan melakukan apa saja untuk melawan rasa takut, padahal tanpa rasa takut, tidak akan ada pembangunan, yang takut kepanasan, kehujanan dan kedinginan akan mendirikan rumah dan masih banyak contoh lainnya.
Rasa takut membuat kita bertindak, misalnya tiba – tiba kita melihat seekor ular di depan kita. Apa yang akan kita lakukan? Pertama, kita takut. Selanjutnya kita akan melakukan salah satu dari dua kemungkinan, yaitu membunuh ular itu atau lari menjauh dari ular itu.
Mari kita melihat prosesnya, begitu kita melihat ular, tekanan darah kita mengalami peningkatan, kadar gula dalam badan ikut meningkat dan ada hormon- hormon tertentu yang ikut meramaikan keadaan. Singkatnya Kita menjadi tegang. Ketegangan membuat kita aktif dan mendorong kita untuk bertindak. Setelah kita membunuh ular atau melarikan diri dari tempat itu, seharusnya kita tenang kembali. Tekanan darah dan kadar gula seharusnya normal kembali.
Namun, ternyata tidak kembali normal. Selalu sedikit berada diatas normal. Kita tidak dapat mendeteksinya pada saat itu. Setelah entah berapa pengalaman menegangkan semacam itu, akhirnya badan kita menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah atau kadar gula diatas batas normal. (Krishna, Anand : 2006)
Ketegangan itu indah, kita tidak akan mengenal rileksasi, tanpa adanya ketegangan. Kita menikmati relaksasi karena ketegangan. Ketegangan atau stress tidak perlu dihindari namun harus dipahami dan dikelola. Kita adalah master bagi diri kita sendiri. Memanajemen atau seni mengelola stress perlu dipelajari dan dipahami terutama sekali dipraktekkan. Disebut sebagai seni mengelola karena, kemampuan untuk menata stress memerlukan ketekunan dan latihan. Sehingga menata diri adalah seni. Membutuhkan proses yang akan menjadikan keindahan dalam bertindak. Untuk mengelola ketegangan atau stress, kita merujuk kepada kitab Bhagavad Gita, Panduan hidup yang universal.
Bhagawad gita adalah Nyanyian Tuhan, dan sering disebut sebagai Pancamo Veda, Veda kelima setelah catur Veda Samhita, Reg Veda, Sama Veda, Yayur Veda dan Atharva Veda. Bhagawad Gita memuat nilai – nilai filosofi yang merupakan inti dari seluruh Veda dan Upanisad. Veda sangat aplicable atau dapat diterapkan pada segala situasi, oleh berbagai orang di seluruh dunia karena nilai- nilai universalnya. Keagungan Bhagawad Gita tidak diragukan lagi sebab ajaran ini bukanlah doktrin melainkan filsafat untuk menjalani kehidupan sehari – hari
Bhagavad Gita terdiri dari 18 adhyaya atau bab yang berisi dialog antara Krishna dan Arjuna yang terjadi di medan perang Kuruksetra, adalah mutiara bagi kita yang hidup di zaman besi ini, zaman kali yuga. Dimana diumpamakan seperti sapi yang berdiri hanya dengan 1 kaki, demikianlah Dharma ini hanya di topang oleh 1 kaki saja, sehingga ketidakstabilan, kekacauan, kebingungan terjadi dimana – mana. Sebagaimana di medan perang, situasinya penuh tekanan. Ditengah situasi yang penuh dengan ketegangan -stress itulah Bhagavad Gita lahir.
Bhagawad gita dalam hal ini Krishna membantu Arjuna agar dapat mengelola ketegangannya, sehingga segala tindakannya yang dipenuhi rasa takut, menjadi tindakan tanpa rasa takut, penuh keseimbangan diri dan berlandaskan pada dharma (dharma ksetra). Dari medan perang (kuruksetra) menjadi perang dharma (Dharma Ksetra). Situasi yang dialami arjuna juga dialami oleh kita dalam kehidupan sehari – hari, dimana di dalam diri kita sendiri selalu berperang antara dharma dengan adharma, antara kejujuran dan ketidakjujuran, antara benar dan salah dan lain sebagainya.
Pada adhyaya 1, diuraikan tentang keadaan Arjuna. Sebelum Bharata Yudha dimulai, arjuna menjadi lemas, stress, lalu ia mengungkapkan kegelisahannya tersebut kepada Krishna sebagai sais kereta Arjuna, Pemandu, Master Psikologis Arjuna
Sidanti mama gatrani mukham ca parisusyati,
vepathus ca sarire me roma harsas ca jayate
(Bhagavad Gita, I.29)
Terjemahan:
Anggota tubuh saya menjadi lemas, mulut saya terasa kering, sekujur badan saya gemetar dan bulu roma saya berdiri.
Gandhivam sramsate hastat tvak caiva paridahyate,
na ca saknomy avasthatum brahmativa ca me manah
(Bhagavad Gita, I.30)
Terjemahan :
Busur gandiva terlepas dari tangan saya dan seluruh kulit saya terasa panas membara, saya tidak kuasa lagi berdiri dan pikiran saya kacau tidak menentu.
Perhatikan kedua sloka tersebut, disana digambarkan bagaimana arjuna mengalami situasi yang berada pada keadaan stress “berat”, membunuh keluarga yang disayanginya membuatnya gemetar, nervous, tumbuh keraguan, tidak percaya diri dan kemudian mencari pembenaran agar dapat menghindari perang atau disebut melarikan diri dari tanggungjawab perang. Kita sendiri memiliki situasi stress seperti itu dalam kehidupan sehari – hari, namun respon kita terhadap keadaan itu berbeda pada setiap orang. Situasi seperti itu banyak kita temui dalam kehidupan sehari – hari.
Beberapa pesan dari Bhagavad Gita untuk mengelola ketegangan diantaranya adalah:
- Memahami bahwa tiada yang abadi di dunia ini, segala sesuatunya akan berubah
Dehino ‘smin yathā dehe kaumāraḿ yauvanaḿ jarā,
Tathā dehāntara-prāptir dhīras tatra na muhyati
(Bhagavad Gita, II.13)
Terjemahan :
Masa kecil, dewasa, pun masa tua adalah “kejadian-kejadian” yang terjadi pada badan yang dihuni jiwa. Kemudian, setelah meninggalkan badan lama, jiwa memperoleh badan baru. Para bijak tidak pernah meragukan hal ini atau terbingungkan olehnya.
Segala sesuatu di dunia ini dapat berubah. Demikian halnya dengan ketegangan. Ketegangan dapat berubah. Karena ketegangan juga adalah bagian dari dunia ini dan pasti akan berubah. Ketegangan dapat berubah jika kita memberi respon secara berbeda. Memilih untuk memberi respon secara bijak terhadap sesuatu akan membantu diri sendiri untuk tetap menjaga kesadaran dan keseimbangan diri. Para Bijak tidak bingung menghadapi perubahan yang terjadi di dunia ini. Perubahan adalah yang kekal di dunia ini. Kita senantiasa mau berubah dan bijak menghadapi perubahan. Pesan Bhagavad gita ini penting dipahami agar kita memiliki pemahaman hidup yang benar
- Menyadari bahwa Hidup ini selalu memiliki 2 hal yang berbeda (ekstrem)
Kedua hal yang saling berlawanan itu adalah panas, dingin, suka duka, cinta dan benci. segala pengalaman hidup akan datang dan pergi
Mātrā-sparśās tu kaunteya śītoṣṇa-sukha-duḥkha-dāḥ,
āgamāpāyino ‘nityās tāḿs titikṣasva bhārata
( Bhagavad Gita, II.14)
Terjemahan :
Sensasi – sensasi fisik – hubungan indra dengan objek – objek kebendaan di alam benda wahai kaunteya (arjuna, Putra Kunti) menyebabkan pengalaman dingin, panas, suka, duka. Semua pengalaman itu silih berganti, datang dan pergi. Pengalaman – pengalaman itu tidaklah langgeng, tidak abadi, tidak untuk selamanya. Sebab itu, wahai Bharata (arjuna, keturunan Raja Bharata) belajarlah untuk melewati semuanya dengan ketabahan hati
Sloka ini hadir untuk memperkuat sloka sebelumnya. Segala sesuatunya berubah, tidak abadi, karena itu pasti akan berlalu. Keadaan hidup akan selalu memiliki 2 hal ektrem yang saling oposan atau berlawanan, senang sedih, suka duka, siang malam datang silih berganti. Segala situasi yang ekstrim itu adalah situasi yang pasti akan berlalu. Dengan berlalunya segala pengalaman, pengalaman ketegangan juga pasti akan berlalu. Sadari bahwa adanya ketegangan adalah bagian dari kehidupan ini. Ketegangan membuat kita mengerti apa itu relaksasi. Santai dan rileklah menjalani kehidupan ini. Nikmati kehidupan ini, kembangkan ketabahan hati dan tumbuhkan cintakasih
- Berlatih untuk menenangkan pikiran.
Menenangkan pikiran adalah memberi kesempatan kepada tubuh agar membentuk kembali keseimbangan diri. Keseimbangan diri adalah Yoga. Yoga membuat kita terbebas dari 2 ekstrem kehidupan seperti suka dukha, cinta benci dan sebagainya.
yoga-sthaḥ kuru karmāṇi sańgaḿ tyaktvā dhanañjaya,
siddhy-asiddhyoḥ samo bhūtvā samatvaḿ yoga ucyate
(Bhagavad Gita, II.48)
Terjemahan :
Berkaryalah dengan kesadaran jiwa, kemanunggalan diri dengan semesta, wahai Dhananjaya (arjuna, Penakluk kebendaan), berkaryalah tanpa keterikatan pada hasil, tanpa memikirkan keberhasilan maupun kegagalan. Keseimbangan diri seperti itulah Yoga
Sloka ini juga memperkuat sloka sebelumnya, setelah Krishna memberikan pemahaman kepada Arjuna bahwa kehidupan memiliki 2 hal yang berbeda, Krishna memberikan cara untuk melampaui 2 keadaan ekstrem itu dan berlatih menenangkan pikiran. Berfokus pada tindakan, tanpa memikirkan keberhasilan ataupun kegagalan. Krishna mengingatkan arjuna akan sifatnya. Arjuna bukanlah seorang materialis. Sebab itu, ia mendapat julukan Dhananjaya, Penakluk kebendaan. Penakluk harta kekayaan, berarti ia telah melampaui benda dan kebendaan, dalam pengertian, ia dapat menikmati dunia benda tanpa keterikatan, maupun ketergantungan.
- Menjadi Seorang Yogi
Seorang Yogi adalah Praktisi Yoga. Menjadi yogi – untuk hidup dalam kesadaran Yoga, Yakni hidup dengan penuh kesadaran bila alam benda bahkan badan sendiri hanyalah ruang main, panggung sandiwara. Bahwasannya, jiwa berada di ruang ini untuk meraih pengalaman yang dapat memperkayanya. Kekayaan jiwa adalah kesadaran diri. Kesadaran bahwa ia tidak pernah berpisah dari dari sang jiwa agung. Berbagai pengalaman yang diperolehnya selama “berbadan” hanyalah semata untuk mengukuhkan keyakinannya pada hakikat diri. Kekayaan seorang yogi adalah kesadaran Yoga, dan yoga adalah keseimbangan diri, kebahagiaan sejati. Yoga membuat kita tidak berjungkat – jungkit antara dua ekstrem, dua kubu suka duka.
Buddhi-yukto jahātīha ubhe sukṛta-duṣkṛte,
Tasmād yogāya yujyasva yogaḥ karmasu kauśalam
(Bhagavad Gita II.50)
Terjemahan :
Ia yang telah meraih kesadaran, ia yang hidup berkesadaran dalam keseimbangan diri, sesungguhnya telah terbebaskan dari konsekuensi baik-buruk atas segala perbuatannya di dunia ini. Sebab itu, lakonilah yoga. Yoga adalah yang membuat seseorang pelaku menjadi terampil dan efisien, dalam segala pekerjaannya.
Pada sloka ini, Krishna menjelaskan Yoga sebagai keseimbangan diri, setelah keseimbangan diri, Yoga adalah skill of action, keterampilan dalam bertindak, keterampilan, efisiensi yang nyaris sempurna. Itulah yoga sebagai laku. Karmasu – itulah Yoga. Yoga menjadikan kita terampil dan efisien, tidak setengah – setengah, seluruh kesadaran difokuskan pada apa yang sedang kita lakukan, pada masa kini, pada saat ini, pada pekerjaan itu sendiri, sehingga tidak ada energi yang terbuang. Inilah yang dimaksud sebagai skill of action.
Yoga bukanlah duduk diam, yoga juga bukan filsafat untuk menjadi bahan diskusi saja. Yoga mesti dilakoni. Yoga adalah laku, perbuatan, karma. Seorang yogi meraih kebebasan dari dualitas baik dan buruk, yang kedua-duanya merupakan satu keping uang logam yang sama. Seperti halnya panas dan dingin, pagi dan sore, siang dan malam. Segala sesuatu di dunia ini memiliki oposannya, lawannya. Selama kita masih berada di dunia ini, kita tidak dapat menghindari interaksi dengan dunia benda yang bersifatkan dualitas ini. Namun kita dapat menciptakan sistem filter bagi diri kita sendiri, kita dapat menguasai diri sehingga tidak terpengaruh oleh dualitas. Tidak berarti bahwa seseorang yang sadar, yang telah mencapai pencerahan, tidak akan mengalami pasang surut dalam kehidupannya. Krishna hanya ingin mengatakan bahwa ia tidak akan lagi terpengaruh oleh pasang surutnya kehidupan. Apapun yang terjadi, tidak ada yang dapat memudarkan senyumannya.
- Kendalikan diri
Mengontrol keinginan adalah untuk menciptakan sistem filter bagi diri kita sendiri, sebagaimana penyu menarik anggota tubuhnya dan masuk ke dalam cangkangnya (Bhagawad Gita, II.58)
Yadā saḿharate cāyaḿ kūrmo ‘ńgānīva sarvaśaḥ,
Indriyāṇīndriyārthebhyas tasya prajñā pratiṣṭhitā
Terjemahan :
Ia yang dapat menarik dirinya, indranya, dari objek – objek di luar diri, sebagaimana seekor penyu menarik anggota badannya ke dalam cangkangnya, sesungguhnya sudah tak tergoyahkan lagi kesadarannya
Kita mesti pintar – pintar memisahkan indra kita dari objek – objek yang dapat membawanya pada situasi yang tidak menunjang kesadaran. Kita tidak dapat mengubah situasi dunia ini, kita harus mengubah diri kita sendiri. Tingkatkan kesadaran diri, jadilah bijak. Yang menciptakan stress dan ketegangan adalah individu bukan keadaan luar. Maka individu juga yang harus mengupayakan solusi dengan mengubah diri, dengan menjadi solusi itu sendiri.
- Lakukan meditasi secara rutin
Bermeditasi secara rutin akan membantu kita untuk melepaskan ketegangan atau stress. Banyak manfaat dari meditasi. Banyak penelitian yang membuktikan mafaat meditasi seperti mengembalikan kesegaran tubuh, mengembangkan imajinasi, menemukan inspirasi dan lain sebagainya. Melakukan meditasi dengan duduk tegak dan tenang, berfokus pada pernafasan, ujung hidung adalah hal – hal mendasar yang dianjurkan oleh Bhagavad Gita VI.10-13
Yogi yunjita satatam atmanam rahasi sthitah,
Ekaki yata-cittatma nirasir aparigrahah
(Bhagawad Gita, VI.10)
Terjemahan :
Hendaknya seorang Yogi senantiasa memusatkan kesadarannnya pada diri sendiri, menguasai pikiran serta perasaannya, bebas dari segala keinginan, tidak mengharapkan sesuatu apapun, bebas pula dari (rasa) kepemilikan
Sloka ini mengajak kita untuk mengalihkan fokus dari luar ke dalam diri. Sloka ini menjelaskan tentang cara untuk melakoni meditasi 24/7 – 24 jam sehari dan 7 hari seminggu – berarti setiap hari, setiap jam, setiap detik.
sucau dese pratisthapya sthiram asanam atmanah,
naty-ucchritam nati-nicam cailajina-kusottaram
(Bhagawad Gita, VI.11)
Terjemahan :
Duduk tegak ditempat yang bersih suci, dengan menggunakan alas rumput kusa atau alang – alang, kulit rusa dan kain (ditumpuk yang satu diatas yang lain; alang-alang, kulit rusa, dan kain) – tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah
Pada sloka ini, Bhagawad gita, atau krishna menunjukkan hal-hal teknis untuk mempraktekkan meditasi dengan duduk tenang pada suatu tempat secara khusus, misalnya sebuah ruang yang secara khusus untuk ruang meditasi atau tempat pemujaan yang bersih dan disucikan.
tatraikagram manah krtva yata-cittendriya-kriyah,
upavisyasane yunjyad yogam atma-visuddhaye
(Bhagawad Gita, VI.12)
Terjemahan :
Demikian duduk ditempat itu, dengan memusatkan seluruh kesadaran pada suatu titik (= diri sendiri); mengendalikan gugusan pikiran serta perasaan sdan seluruh kegiatan indra, hendaknya seseorang mengupayakan pembersihan (cleansing) diri lewat Yoga
Pada sloka ini, Bhagawad gita dan krishna memberikan penjelasan tentang tehnik untuk memusatkan kesadaran dengan memusatkan kesadaran pada suatu titik dan mengendalikan gugusan pikiran, indra serta mengupayakan cleansing atau pembersihan karat emosi.
samam kaya-siro-grivam dharayann acalam sthirah,
sampreksya nasikagram svam disas canavalokayan
(Bhagawad Gita, VI.13)
Terjemahan :
Duduk tenang tanpa gerakan, dengan mempertahankan badan, kepala dan leher tegak, lurus; dengan kesadaran sepenuhnya terpusatkan pada ujung hidung, tanpa memandang kearah lain.
Pada sloka ini, Krishna menganjurkan untuk melakukan pemusatan pada ujung hidung. Ini juga adalah tehnik meditasi dan pranayama.
- Hidup teratur
Aturlah hidup anda, karena pengaturan itulah hidup. Pengaturan dalam pengertian tidak dipaksakan, dan dilakoni sebagai gaya hidup
Yuktahara viharasya yukta cestasya karmasu,
Yukta svapnavabhodasya yogo bhavati duhkha ha
(Bhagavad Gita, VI.17)
Terjemahan :
Yoga yang dapat mengakhiri segala dukha, hanyalah tercapai oleh seseorang yang teratur hidupnya, teratur pola makannya, teratur pekerjaannya, dan teratur waktu jaga dan waktu istirahatnya
Hidup teratur, pola makan teratur dan istirahat teratur adalah anjuran agar hidup sehat dan berkualitas. Sehat menjadi tidak menarik ketika sehat itu kita miliki. Dan baru menjadi sesuatu yang menarik setelah tidak kita miliki. Oleh karena itu janganlah sewenang – wenang terhadap sehat. Selagi kita dapat hidup sehat, marilah kita jaga kesehatan. Yoga menganjurkan kita agar sehat secara holistik, menyeluruh, agar dapat mengakhiri segala dukha. Sehat menyeluruh itu, ibarat sebuah pohon. Sedikitnya ada 3 ranting dari sebuah pohon yang sehat. Yaitu ranting gerak, ranting makan dan ranting istirahat
ranting gerak : yaitu kita mau melakukan aktifitas gerak, melakukan olah raga, olah fisik, yoga asanas yang dilakukan dengan senang hati.
ranting makan : mulut kita adalah sumber kesehatan dan sumber kesakitan. Penyakit banyak disebabkan oleh makanan yang kita makan. Orang – orang sakit sebagaian besar disebabkan oleh ulahnya sendiri. Contohnya rokok dan lainnya. Faktor internal lebih besar dari pada faktor eksternal. Banyak penyakit disebabkan oleh pola makan kita yang tidak teratur.
Ranting istirahat : yaitu kita memberikan kesempatan bagi tubuh kita untuk beristirahat dan memulihkan tubuh
Namun ibarat sebuah ranting yang sehat, tetap akan jatuh jika akarnya tidak kuat. Oleh karena itu pohon yang sehat memiliki akar yang kuat. Akar yang kuat dari tubuh yang sehat adalah pikiran yang sehat. Pikiran dapat menjadi kekuatan sekaligus menjadi kelemahan kita. Faktanya dalam kehidupan sehari – hari kita memanfaatkan 10% dari pikiran kita dan 90% pikiran kita yang memanfaatkan kita.
Masih banyak sloka lain dalam bhagawad gita yang dapat dijadikan rujukan untuk memandu kita menapaki kehidupan ini. Namun karena keterbatasan saya, saya hanya menyajikan beberapa sloka yang dapat dijadikan pedoman. Pesan – pesan dari Bhagawad gita sangat universal dan aplicable. Demikianlah, Bhagawad gita menjadi petunjuk jalan agar kita dapat mengelola diri sebagai kesiapan diri dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan dan tekanan.
Makalah ini disampaikan pada Program Mimbar Agama Hindu di TVRI Kalimantan Timur Samarinda Pada Sabtu, 17 Oktober 2015