Kita semua dilahirkan pada waktu tertentu. Matipun pada waktu tertentu. Diantara titik kelahiran dan kematianpun kita memiliki waktu tertentu. Ada keterbatasan dalam apa yang kita miliki. Karena itu kita sering mengatakan, waktu kita terbatas. Dan bahkan setiap hari kita merasa dikejar oleh sang Waktu? Mengapa? Siapakah Sang Waktu? Mengapa waktu dapat mengejar kita?
Hari – hari terakhir di penghujung tahun, begitu terasa bahwa tahun ini akan segera berakhir. Lalu kita akan memasuki kembali tahun yang baru, awal yang baru. Pada moment tutup tahun inilah kita perlu merenungkan tentang waktu. Kita sudah menggunakan waktu kita untuk apa saja, dan bagaimana kita menggunakan waktu.
Dalam kehidupan ini, kita memiliki rencana – rencana dan harapan – harapan. Ketika sebuah rencana berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka kita akan bahagia dan apabila suatu rencana tidak berjalan sesuai dengan rencana maka kita akan kecewa yang kemudian kita akan menganalisa atau mengevaluasi serta menemukan kelemahan – kelemahan. Dalam banyak situasi, kita sering menyimpulkan bahwa persiapan belum baik, waktu terbatas dan lain sebagainya.
Definisi Waktu Dalam Filsafat Timur
Waktu dapat diukur, seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, abad dan seterusnya. 1 jam adalah 60 menit. Semua orang memiliki waktu yang sama. tetapi selalu ada perbedaan dalam menjalaninya. Misalnya 1 jam dalam kemacetan berbeda dengan 1 jam bersama kekasih. Inilah konsep waktu yang sangat subyektif.
Di Barat, menurut Kant, Waktu ada dalam pikiran manusia. Tidak terpisahkan dari pikiran manusia. Dan pikiran eksis dalam ruang. Sehingga waktu dan ruang tidak di pisahkan. Demikian juga menurut Albert Einstein, Ia menyebutkan sebuah konsep ruang-waktu.
Di Timur (peradaban India – Veda), konsep waktu sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Sejak veda turun, konsep waktu sudah ada. Diketahui dalam Jyotisa (ilmu Perbintangan) bahwa satuan waktu terkecil adalah 1 Nimesa atau 1 kerlipan mata. Waktu menurut filsafat Timur adalah persepsi manusia yang tidak dipisahkan dari manusia itu sendiri. Sehingga lahirlah pemahaman Waktu adalah Aku dan Aku adalah Waktu. Ini memiliki makna yang sangat dalam.
Jika barat mempopulerkan waktu adalah uang atau waktu adalah peluang/kesempatan, maka lahirlah generasi hedonis dan materialis. Pandangan waktu sebagai sesuatu yang lurus dan terbatas layaknya sumber daya inilah yang membuat kita merasa dikejar oleh Waktu. Muncul berbagai kegelisahan. Ini tidaklah universal.
Tetapi timur, waktu adalah aku. Aku dan waktu tak terpisahkan. Aku tak dikejar oleh waktu, aku bahagia dalam waktu dalam kekinian bhatin. Sehingga tolak ukurnya adalah bahagia atau tidak.
Secara universal, waktu dipandang sebagai sebuah lingkaran, tidak terpisahkan, tidak ada batas yang jelas antara masa lalu, masa kini dan masa depan. Waktu adalah kontinuitas. Segala sesuatunya berjalan, mengalir…
Merujuk kepada Bhagavad Gita,
Waktu disebut kan dalam Sloka Bhagavadgita X.30 menyatakan Tuhan adalah Sang Waktu; juga sloka Bhagavadgita X,33 menyatakan Tuhan adalah Sang Waktu yang Kekal Abadi; dan sloka Bhagavadgita XI.32 menyatakan juga bahwa Tuhan adalah Sang Waktu yang Maha Perkasa. Waktu adalah Tuhan, Tuhan adalah Waktu.
Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan
Secara alamiah, ketika kita memikirkan masa lalu, kita akan merasa cemas. Ada rasa penyesalan dan lain sebagainya. Dan ketika kita memikirkan masa depan, kita juga memikirkan rencana – rencana atau ambisi – ambisi yang kita belum tahu bagaimana memulainya, apakah bisa atau tidak. Dan muncul pula kecemasan. Masa lalu dan masa depan sesungguhnya tidak ada. Keduanya hanya datang dan pergi dalam pikiran. Muncul dan lenyap dalam pikiran. Yang eksis sesungguhnya hanyalah masa kini. Jika yang ada hanyalah masa kini, maka aku adalah waktu, aku dan waktu adalah satu. Waktu yang sesungguhnya amat sangat bergantung pada cara kita menjalani hidup ini.
Dalam menjalani kehidupan ini, jika kita memilih untuk menjalani hidup dengan pikiran – pikiran akan masa lalu maka masa kini kita akan lenyap dan kita hidup dalam penindasan oleh masa lalu kita sendiri. Sedangkan jika kita memilih untuk menjalani hidup dengan pikiran – pikiran di masa depan maka kita akan dibebani oleh ambisi dan rencana. Kita akan kehilangan masa kini. Sepanjang hari kita akan bergulat dengan rencana dan ambisi, ketegangan dan kecemasan menguasai hidup kita. inilah yang disebut sebagai membuang – buang waktu berharga kita. mengabaikan masa kini kita.
Masa lalu dan masa depan sungguh dapat menciptakan penderitaan dalam bhatin kita. lalu bagaimana seharusnya? Menjadi alamiah. Lakukan yang terbaik disini dan saat ini. Tanpa beban masa lalu dan ambisi masa depan. Kita punya ingatan masa lalu tetapi tidak dijajah oleh masa lalu dan kita punya harapan masa depan tetapi tidak hidup dalam bayang – bayang.
Mengutif dari apa yang disampaikan oleh S. Radhakrishnan :
Learn from the past without regret. Plan for the future without anxiety. Live in the present in full conciousness.
Belajarlah dari masa lalu tanpa penyesalan. Rencanakan masa depan tanpa kekhawatiran. Hiduplah di masa kini dengan penuh kesadaran. This moment is your moment.
Pesan – pesan ini untuk kita renungkan bersama dalam mengarungi hari dalam penutupan tahun ini. Demikian pula dalam menyambut acara metatah bersama ini, kita gunakan moment ini dengan sebaik – baiknya. Kita fokuskan kesadaran pada kesakralan acara ini. Kita bersatu padu dalam satu energy yang sama untuk kesuksesan acara kita nanti.