Om Swastyastu
Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu:
Saha vīryam karavāvahai;
Tejasvi nāvadhītamastu;
Mā vidviṣāvahai.
Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ
Krishna Yajurveda Taittiriya Upanishad (2.2.2)
(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama, belajar bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)
Sembah sujud kepada Guru alam semesta, pada hari yang berbahagia ini ijinkan saya merangkum dan menulis ulang pemahaman tentang hari Shivaratri untuk meraih anugrah dan pembebasan. Sebelum mengulas tentang Sivaratri, mengapa pemujaan Shiva adalah yang terpenting di Indonesia? Kitab mana yang menunjukkan pemujaan Shiva?
Dalam Catur Veda (Rg Veda, Yayur Veda, Sama Veda, Atharva Veda), tidak ada disebutkan tentang Dewa Shiva. Dewa yang populer dalam Catur Veda adalah Agni, Marut, Varuna dan Indra. Namun secara periodenisasi, Catur Veda digunakan oleh kaum arya dan Kitab Shiva digunakan oleh kaum Dravida. Sebagaimana diketahui bahwa kaum Dravida adalah suku asli yang berada di lembah sungai Sindhu. Peradaban tertua umat manusia. Sehingga Shivaistik jauh lebih tua dari pada Catur Veda. Dalam penelitian antropologi, pemujaan Shiva pernah populer di Perancis (Parameswara) dan arab (Arvasthan). Shivaistik adalah agama yang dianut oleh kaum Dravida. Dalam pengelompokan Deva Vedik dan Deva puranik, Shiva adalah kelompok Deva Puranik. Karena itu Shivaratri atau malam Shiva banyak ditemukan dalam kitab – kitab Purana.
Pada jaman Krta Yuga digunakan kitab Catur Veda, Treta Yuga menggunakan Manawa Dharmasastra, Dvapara Yuga menggunakan Itihasa dan Purana sedangkan pada Jaman Kali Yuga mengguanakan kitab – kitab agama seperti Shivagama. Di Indonesia menurut Ghoris terdapat 9 aliran atau sekte. Dan yang terbesar adalah sekte Shiva Sidanta. Karena itu, pemujaan kepada Shiva adalah yang terpenting. Sebagai contoh Tri Murti, secara Theologi, dalam paham shivaistik di Indonesia, Brahma, Vishnu dan Rudra adalah subordinasi daripada Shiva.
Shivaratri dirayakan pada Panglong ke-14 bulan ketujuh dalam sistem kalender saka yang digunakan di Indonesia. Perayaan Shivatari yang kita rayakan hari ini, 26 Januari 2017 adalah merujuk kepada Kakawin Shivaratri Kalpa (Bagian dari Utarakanda dalam Padma Purana) yang ditulis oleh Mpu Tanakung adalah karya sastra berbahasa Jawa Kuno yang dibentuk dari 20 Wirama serta 232 bait. Kakawin Shivaratri Kalpa ini adalah kakawin yang sangat unik dimana dalam karya sastranya menggunakan manusia biasa dan bahkan manusia “papa” sebagai tokoh yang mampu mencapai pembebasan. Kakawin yang sarat dengan kisah perjalanan sang Lubdaka (Lubdaka artinya Pemburu), seorang pemburu yang menemukan pembebasannya dengan melakukan pemujaan pada malam yang tergelap ini.
Sumber lain yang menjadi rujukan perayaan Shivaratri adalah 4 sumber sastra yaitu Padma Purana, Garuda Purana, Shiva Purana, dan Skanda Purana. Di Bali, dapat kita temukan sumber sastra yaitu Lontar Lubdaka Carita (milik Fakultas sastra unud no. 774) dan Lubdaka Gending (nomor 775) dan ada juga Lontar Aji Brata (milik gedong Kritya Singaraja).
Sesungguhnya banyak kisah – kisah serupa yang bertema pembebasan yang dimuat dalam kitab suci Veda yang nilainya serupa dengan kisah Lubdaka. Diantaranya :
- Dalam Garuda Purana (dalam percakapan antara Shiva dan Parwati) dikisahkan seorang Raja dari para Nisadha bernama Sundarasena yang membawa anjingnya untuk pergi berburu ke dalam hutan, akan tetapi ia tidak mendapatkan satu buruanpun. Kemudian tuan dan anjingnyapun kelaparan dan kehausan. Ditengah hutan mereka menemukan Shiva Lingga dibawah pohon Bila. Ketika ia memasuki semak – semak, daun pohon Bila berjatuhan dan menimpa shiva linggam, secara tidak sengaja sebuah anak panah jatuh dari tangan Sundarasena, dan ketika hendak mengambil anak panah itu, ia menyentuh Linggam. Kemudian Sundarasena pulang dengan tidak membawa satu buruan pun. Setelah beberapa waktu, Sundarasena meninggal dunia dan oleh pengawal Shiva dibawa ke Shiva loka karena telah melakukan pemujaan pada malam Shiva dan jivanya mencapai pembebasan.
- Dalam Shiva Purana (dalam percakapan Suta dengan seorang Rsi) dikisahkan tentang seorang vangsa Nishada bernama Rurudruha pergi ke hutan untuk berburu dan tidak mendapat 1 buruanpun. Lalu ia pergi mencari sumber air, jika mungkin akan ada binatang yang minum air di malam hari. Disamping sumber air ada pohon. Rurudruha naik keatas pohon, lalu ada seekor kijang betina mau minum air, dan Rurudruha melihat kijang itu lalu bersiap memanah kijang tersebut. Kijang betina itupun melihat Rurudruha diatas pohon, lalu berbicaralah sang kijang: “wahai manusia, janganlah kau bunuh aku sekarang, berikan aku air, lalu ijinkan aku untuk pulang dan meminta ijin kepada anak dan suamiku, setelah itu aku akan kembali dan kau boleh membunuhku. Rurudruha sangat terkejut melihat seekor kijang bisa berbicara seperti manusia. Ia membiarkan kijang pergi. Beberapa saat kemudian kijang datang bersama anak dan suaminya dan berkata kami siap dibunuh. Saat itu Rurudruha terenyuh dan tumbuh kasih sayang di dalam dirinya. Kijang tidak jadi dibunuh. Kemudian ketika ia akan pulang, tiba – tiba kijang berubah menjadi Vidyadara dan Vidyadari, datang kereta dari kahyangan menjemput kijang. Sejak saat itu, Rurudruha berhenti membunuh dan terus menumbuhkan kasih di dalam dirinya. Setelah meninggal, atmannya memasuki sorga.
- Dalam Skanda Purana yaitu percakapan antara Lomasa dengan para Rsi yang menceritakan si Chanda yang jahat, pembunuh para Brahmana namun akhirnya ia mencapai pengetahuan dan mengerti tentang kebenaran
Merujuk kepada Kakawin Shivaratri Kalpa, rangkaian perayaan Shivaratri di Indonesia dilaksanakan berupa persembahyangan dan praktik Sadhana berupa Mona, Upavasa dan Jagra. Mona dan Upavasa dilakukan selama 24 jam yaitu pagi hari pada panglong ke 14 sampai dengan pagi hari pada panglong ke 15 (pagi hari tanggal 26 januari sampai pagi hari tanggal 27 januari 2017). Sedangkan Jagra dilakukan selama 36 jam yaitu pagi hari pada panglong ke 14 sampai sore hari pada panglong ke 15 (pagi hari tanggal 26 januari sampai sore hari pada tanggal 27 januari 2017). 36 jam juga bermakna 3 + 6 = 9 yaitu 9 lubang (2 mata, 2 telinga, 2 hidung, 1 mulut dan 2 alat pelepasan). Men-Jagra-kan 9 lubang. Menjadikannya sadar akan keterbatasan indra – indra tersebut.
Pada tingkatan utama, para sadhaka atau para bhakta dapat mempraktekkan ketiganya (Mona, Upavasa, dan Jagra). Pada tingkatan Madya, sadhana yang dilakukan yaitu upavasa dan jagra. Sedangkan pada tingkatan nista para sadhaka cukup mempraktekkan jagra yaitu tidak tidur selama 36 jam. Kegiatan yang dapat dilakukan selama jagra adalah chanting, japa, nama smaranam dan Sadhana lainnya. Semua sadhana dilakukan sesuai dengan kemampuan masing – masing individu. Kualitas dari pada sadhana, ada pada apa yang dirasakan setelah bersadhana, apakah tumbuh kasih, atau yang lainnya?
Sebutan Shivaratri sungguh unik. Selain bermakna malam shiva juga memiliki makna lain dalam memahami kehidupan yang pada intinya, Mpu Tanakung mengajak kita untuk mempelajari dan membedah persoalan hidup yang berasal dari dualitas, dua hal yang saling bersebrangan tetapi berpasangan yaitu suka-duka, lahir mati, sehat sakit, siang malam dan lainnya yang kesemuanya adalah tentang Shiva dan Ratri. Shiva adalah representasi dari siang, kesadaran, cinta kasih, kebajikan, kebenaran, tanpa kekerasan, kedamaian, kebahagiaan dan segala yang dipandang sebagai nilai luhur. Sedangkan ratri adalah malam, kealpaan, kegelapan, kebencian, kekerasan, kebiadaban dan segala yang bernilai rendah lainnya. Sehingga shivaratri adalah realitas hidup. Shivaratri adalah hari dimana kita merenungkan dan atau memaknai ketidakabadian atau kesementaraan daripada dualitas untuk kemudian kita mencari pembebasan, meraih anugrahNya. Demikianlah budaya leluhur mengajarkan kita.
Sebagai perbandingan, kita akan mengenal Shivaratri di India. Mahashivaratri akan dirayakan pada 24 February 2017. Penetapan tanggal ini berdasarkan kalender Hindu India selatan dan India Utara. Menurut kalender India Selatan, Mahashivaratri jatuh pada Chaturdasi Krishna Paksa pada bulan Magha, sedangkan menurut Kalender India Utara jatuh pada Bulan Phalguna. Meski berbeda bulan, namun mereka merayakan Mahashivaratri pada hari yang sama yang jatuh antara bulan Februari dan Maret. (http://www.drikpanchang.com/festivals/maha-shivaratri/maha-shivaratri-date-time.html)
Mahashivaratri diyakini sebagai hari kasih sayang dan penuh karunia yang merupakan simbol hari pernikahan (wedding day) Shiva dan Parwati. Sehingga disebut sebagai festival shiva shakti. Banyak orang meyakini bahwa pada hari Mahashivaratri, Shiva sedang menarikan Tandava Nritya yaitu sebuah Tarian kuno tentang penciptaan, pemeliharaan dan sekaligus peleburan.
Pada hari Mahashivaratri, masyarakat India melakukan beberapa sadhana yaitu makan hanya 1 kali pada sehari sebelum Mahashivaratri, lalu pada hari Mahashivaratri para bhakta melakukan Sankalpa yaitu puasa penuh selama 36 jam. Selama perayaan, masyarakat India akan melakukan pemujaan di kuil Shiva dan menyucikan Linggam dengan pancagavya yaitu susu, yogurt, ghee/mentega, dung/gomaya, dan Madu. Kemudian mereka juga akan melakukan persembahan berupa daun Bilva yang merupakan perwujudan dari laksmi, daun keberuntungan. Para gadis akan melakukan pemujaan kepada Parwati yang disebut sebagai Gaura untuk mendapatkan suami yang baik, pernikahan yang ideal dan kebahagiaan dalam rumah tangga (http://www.mahashivratri.org/when-is-shivaratri.html)
Perayaan Shivaratri di India maupun di Indonesia memiliki spirit yang sama yaitu pemujaan kepada Shiva, Perwujudan Tuhan sebagai Pendaur Ulang energy negatif. Shiva sebagai Nilakantha, yang berleher biru karena meminum air yang terkontaminasi toxin atau racun, memberi inspirasi bahwa manusia mesti berkarya melampaui ego dan menjadi berkah bagi semuanya.
Manusia lahir dalam kegelapan, Shivaratri hadir untuk menghapus kegelapan. Inilah berita baiknya. Kita semua adalah para Lubdaka (pemburu) di jaman modern. Jaman dimana kita setiap hari bertarung untuk memenangkan sifat – sifat baik dan mulia (Suri/Daivi Sampad) terhadap sifat – sifat buruk (Asuri Sampad) yang ada di dalam diri. Kita tidak lagi pergi ke hutan, melainkan kita harus memahami hutan belantara pikiran. Tubuh hadir untuk melayani pikiran dan pikiran hadir untuk melayani jiwa. Dalam hutan belantara pikiran, terdapat binatang buas yaitu kebuasan nafsu berupa kama, krodha dan lobha seperti diuraikan dalam Bhagavad Gita, 16.21 :
tri-vidhaḿ narakasyedaḿ dvāraḿ nāśanam ātmanaḥ
kāmaḥ krodhas tathā lobhas tasmād etat trayaḿ tyajet
Terjemahan :
Hawa nafsu, amarah dan lobha, ini semua adalah tiga jenis pintu gerbang masuk ke neraka, yang menyebabkan sang roh semakin mengalami kejatuhan. Oleh karena itu, tinggalkanlah segera ketiga jenis sifat – sifat tidak terpuji itu
Untuk menghindari 3 pintu gerbang neraka, marilah tumbuhkan kasih sayang dalam diri kita masing – masing dengan cara terus mempraktikkan Sadhana, mengendalikan indria dan mempraktikkan Yoga dalam hidup sehari – hari.
Selamat hari Kasih Sayang, hari Shivaratri.
Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ;
Sarve santu nirāmayāḥ;
Sarve bhadrāṇi paśyantu;
Mā kashchit duḥkha bhāgbhavet;
Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ
(Semoga semua makmur, bahagia dan bebas dari penyakit. Semoga semua mengalami peningkatan kesadaran, dan bebas dari penderitaan. Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)
Om Shanti, Shanti, Shanti Om