Kesadaran ‘Diri’ Tidak Terjadi Secara Instan

Marilah kita berdoa sebelum membaca Bhagavad Gītā

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

śanaih śanair uparamed buddhyā dhrti-grhītayā

ātma-samstham manah krtvā na kiñcid api cintayet

Bhagavad Gītā, 6.25

“Dengan menggunakan akal-budi – Inteligensia – seorang Yogī memusatkan seluruh kesadarannya pada ‘Diri’ – Jiwa yang adalah percikan Sang Jiwa Agung – Demikian secara perlahan tapi pasti, dan dengan keteguhan hati, Ia mencapai kesempurnaan diri”

Tidak Ada jaminan “Instant Meditation” atau “Pencerahan Instan”. Mereka yang menawarkan dan memasang iklan seperti itu, tidak memahami Meditasi. Bahkan, tidak memahami kinerja Mind – gugusan pikiran dan perasaan. Mereka tidak, atau, belum mampu menyelami diri.

SEORANG PELARI SEHEBAT APA PUN, masih tetap membutuhkan pemanasan diri. Dengan perkembangan Teknologi sehebat saat ini, seorang Anak yang lahir sebelum waktunya, masih tetap membutuhkan “rahim-buatan” berupa inkubator.

Pencerahan terjadi “secara instan” – tapi dibutuhkan Waktu untuk menuju instant itu. Sesungguhnya, proses menuju pencerahan itu Sama pentingnya dengan “instant pencerahan”. Apa yang di jelaskan dalam Kamasutra tentang foreplay, sanggama, dan afterplay – juga berlaku bagi proses Meditasi; pra-pencerahan, pencerahan, dn pasca-pencerahan. Demikian juga Yoga Sebagai latihan, Yoga Sebagai Tujuan, dan Yoga Sebagai pola hidup selanjutnya. Dan,

KESEMPURNAAN DALAM YOGA, ATAU KESEMPURNAAN-DIRI mesti diupayakan secara perlahan-lahan, dengan penuh kesabaran dan keteguhan. Untuk merasakan hasil Yoga, kita membutuhkan “minimal” 9 Tahun, dan ujian awal Semester Pertama dari keberadaan di mana keteguhan kita, kesabaran kita akan di uji.

Masa berikutnya – 9 Tahun berikutnya – diakhiri dengan ujian menengah semester Kedua untuk menguji kesadaran kita, apakah Tergoyahkan oleh Tantangan-tantangan hidup atau tidak.

Ujian terakhir – setelah masa 9 Tahun yang ketiga – adalah ujian Semester Ketiga sebelum masuk Istana Gusti Pangeran!

MUNGKIN ADA YANG BERTANYA: SETELAH ITU? Setelah masa 27 Tahun? Setelah lulus ujian terakhir dan memasuki Istana Gusti Pangeran? Tidak perlu memikirkan Apa yang dilakukan oleh seorang Ph.D Sebagai Researcher. Raihlah Ph.D anda, dan anda akan tahu sendiri bagaimana memanfaatkan Ilmu Anda sebagai ahli riset!

Seperti apakah kebahagiaan sejati, kedamaian Sejati, dan kesadaran murni yang kita Alami – bukanlah sesuatu yang dapat di bahas. Mesti dirasakan sendiri, dialami sendiri!

Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ; Sarve santu nirāmayāḥ; Sarve bhadrāṇi paśyantu; Mā kashchit duḥkha bhāgbhavet; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga semua makmur, bahagia dan bebas dari penyakit. Semoga semua mengalami peningkatan kesadaran, dan bebas dari penderitaan. Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

Bontang, 07/02/2018-MA

Ditulis ulang dari Buku Bhagavad Gītā oleh AK Hal 266-267

Buku Literasi Munti Gunung

Buku Karya mba Restika Dewi ini luar biasa. Saya berjanji akan memberikan sekelumit pendapat saya soal buku ini. Nah Kali ini Baru sempat saya sampaikan karena baru selesai membacanya.

Buku ini saya terima sebelum tahun baru tepatnya 30 Desember 2017… dan Ada ucapan Selamat Tahun dari Mba Restika… Terimakasih Mba…

Sebelum menulis pendapat saya soal buku ini, Saya mau cerita dulu perkenalan saya dengan mba Restika… Kami bertemu ketika Kami Sama-Sama Sebagai peserta Lomba Dharma Wacana Berbahasa Inggris Dewasa Putri Utsawa Dharma Gita (UGD) Nasional yang di selenggarakan di Palembang pada Juli 2017 lalu. Mba Dewi panggilan saya, mewakili propinsi Bali dan saya sendiri mewakili propinsi Kalimantan Timur. Kereeen khan… hahahhahaha

Setelah perkenalan singkat itu, tidak menyangka saya akan membaca tulisan kakak yang smart ini. Ketika di posting di fb Karya Beliau. Saya pun langsung memesannya. Setelah sampai buku ini saya simpan karena belum sempat membaca. Dan hari ini saya sudah membacanya. Saya tertawa ketika membacanya Karena bahasanya Gaul dan memang di Buat dalam kemasan bacaan ringan

Buku ini bercerita tentang hidup Mba Dewi. Perjuangannya, jatuh bangun nya… keindahan dan prestasi. Saya menyukai tulisannya. Ketika saya membaca, saya sangat menikmatinya, hingga lupa waktu. Wow pokoknya.

Bagian yang Jadi inspirasinya adalah bahwa keadaan mba Dewi serupa seperti yang saya Alami… ketika Mba Dewi mendapat dukungan penuh dari orang tuanya yang berprofesi sebagai pendidik. Saya malah sebaliknya. Ibu saya Buta Huruf. Dan memiliki cara berpikir yang Sama seperti pendapat masyarakat munti gunung. Perempuan tidak perlu sekolah. Kerja saja juga bisa hidup. Sekolah itu menghabiskan uang. Kalau Kerja malah dapat uang. Dan seterusnya dan Sebagainya. Kebayankan gimana saya berjuang. Seperti Drama deh hahahhaha

Di kampung saya di daerah transmigran sana, saya juga tidak menikmati listrik. Sekolah jalan kaki 7km. Nonton rame2 di tempat orang yang punya TV juga pernah mba. Sampai Sekarang kampung itu belum Ada PLN masuk desa. Masih menikmati disel swadaya masyarakat.

Mungkin dari angkatan sekolah saya Waktu SD, di kalangan orang Bali, saya adalah sarjana perempuan pertama di kampung itu. Angkatan Saya Ada 4 orang Bali (Hindu) dan saya adalah sarjana satu-satunya. Kereen khan. Boleh dong Bangga…. hehehhehe padahal biasa Aja ya khan…. hihihi

Sekarang sudah banyak yang mau sekolah. Dan banyak sarjana di kampung. Bangga dengan perubahan yang terjadi.

Apa yang ingin saya sampaikan? Bahwa kondisi di tulisan itu, mengambarkan Apa yang saya alami sendiri. Sehingga seperti sedang membaca tulisan tentang diri sendiri jadinya. Kegelisahan mba Dewi untuk memperbaiki generasi Sama dengan kegelisahan saya. Tapi saya melihat mba Dewi sangat beruntung sehingga bisa kembali membangun kampungnya dan bahkan telah menulis buku. Salut mba…

Dan ini menginspirasi saya.

Satu lagi yang Sama, skripsi Saya pun tentang “Gepeng” mba… hehehhe

Intinya saya Bangga Mba. Dan adalah sebuah anugrah kenalan Sama mba Dewi

Salam Rahayu Mba… Semoga sehat, bahagia dan terus berkarya. Salam buat ayah Ibunya yaa… kapan-kapan main Ke Kalimantan Timur. Rumah saya terbuka untuk Mba Dewi dan keluarga

🌸🌸🌸🙏

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai