Yoga yang Tidak DiPaksakan dan Dilakoni Sebagai Gaya Hidup

Marilah kita berdoa sebelum membaca Bhagavad Gītā

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

yuktāhāra-vihārasya yukta-cestasya karmasu

yukta-svapnāvabodhasya yogo bhavati duhkha-hā

Bhagavad Gītā, 6.17

“Yoga, yang dapat mengakhiri Segala duka, hanyalah tercapai oleh seseorang yang teratur hidupnya – teratur pola makannya; teratur pekerjaannya; dan teratur Waktu jaga serta istirahatnya”.

Lagi-lagi Krsna mengingatkan bahwa yukta atau “disiplin-diri” adalah – upaya atas kemauan, kehendak diri. Segala peraturan diri yang disebutnya adalah atas upaya sendiri Tanpa Ada paksaan dari siapa pun.

KITA MENCARI SEORANG PEMANDU. Bergabung dengan salah satu padepokan – kemudian memaksa diri untuk mengikuti segala peraturan. Percayalah kita tidak akan bertahan lama. Kemudian, ketika meninggalkan padepokan dan pemandu – semata untuk menutupi rasa malu kita pun mencari-cari kesalahan sang pemandu; peraturan di padepokan; dan kelemahan-kelemahan para santri, teman seperguruan – semuanya mulai kita persoalkan. Kita membutuhkan alasan untuk menutupi kelemahan diri. Padahal, semua itu tidak perlu terjadi, tidak perlu kita lakukan, Jika kita “memahami betul” kebutuhan-diri. Jika kita betul-betul “membutuhkan” laku spiritual untuk pengembangan diri, maka kita akan melakukannya dengan suka cita, dengan senang hati, Tanpa paksaan.

KITA SERING BERTEMU DENGAN PARA PETAPA SELIBAT – Mereka begitu murung, wajah mereka keras. Karena mereka memaksa diri untuk menjadi selibat.

Sebaliknya, kita pun pasti pernah ketemu dengan beberapa petapa, Samnyāsī, monk, bhiksu yang begitu girang, ceria. Di usia 70an Tahun pun, mereka masih seperti seorang remaja. Bagi mereka laku spiritual, janji selibat, disiplin-diri – semuanya adalah atas kesadaran-diri, Bukan Karena paksaan.

Aturlah hidup anda, karena pengaturan itulah hidup – pengaturan dalam pengertian moderasi – Bukan paksaan, Bukan ekstrem-ekstreman. Aturlah pola Makan, pola Kerja, pola tidur anda sedemikian rupa sehingga tidak menjadi beban.

SESEORANG YANG HIDUPNYA TIDAK TERATUR – seorang tahanan yang sudah terbiasa bangun setelah jam 9 pagi disuruh bangun jam 7.30 untuk mengikuti upacara bendera. Ia berontak, “ini akan merusak ritme biologis saya. Saya tidak pernah bangun sebelum jam 9 pagi.” Maka, Ada yang perlu mengingatkan dia, “Bung, kita di penjara – dan di sini Ada peraturan-peraturan yang mesti diikuti. Ini Bukan rumahmu.”

Terikat dengan pola tidur yang Salah, kemudian menyebutnya “ritme biologis badan” adalah Sama-Sama menyengsarakan, sebagaimana bangun pagi yang dipaksakan.

KRSNA MEMBERI JAMINAN, sebuah kepastian, bahwasannya Yoga dapat mengakhiri Segala duka, segala penderitaan, kekhawatiran, kegelisahan – semuanya – tetapi Yoga yang seperti Apa? Yoga yang,

PERTAMA: TIDAK DIPAKSAKAN.

KEDUA: DILAKONI SEBAGAI GAYA HIDUP – Bukan Sebagai olah raga yang saat ini banyak di lakukan di kota-Kota besar, di studio-studio, bahkan di pusat-pusat olahraga di tengah mall, dimana asap rokok dan aroma masakan dari food court adalah pengganti Dupa untuk Aromatherapy yang dapat menenangkan syaraf-syaraf otak. Apa bisa?

Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ; Sarve santu nirāmayāḥ; Sarve bhadrāṇi paśyantu; Mā kashchit duḥkha bhāgbhavet; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga semua makmur, bahagia dan bebas dari penyakit. Semoga semua mengalami peningkatan kesadaran, dan bebas dari penderitaan. Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

Bontang, 11/01/2018-MA

Ditulis ulang dari Buku Bhagavad Gītā oleh AK Hal 259-260

Be Moderate, Be Natural – itulah Yoga.

Marilah kita berdoa sebelum membaca Bhagavad Gītā

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

nāty-aśnatas’tu yogo’sti na caikāntam anaśnatah

na cāti-Svapna-śīlasya jāgrato naiva cārjuna

Bhagavad Gītā, 6.16

“Arjuna, Yoga bukanlah untuk mereka yang Makan secara berlebihan, dan Bukan juga bagi mereka yang memaksa diri untuk berpuasa; Bukan untuk mereka yang tidur terlalu lama; dan, Bukan pula mereka yang memaksa diri untuk tetap berada dalam keadaan jaga.”

Intinya adalah moderasi. Siddhārtha yang menjadi kering, kurus, karena memaksa diri untuk berpuasa – diingatkan oleh keberadaan bahwa alat musik sitār – semacam gitar – hanyalah mengeluarkan suara yang diinginkan, Jika tali senarnya tidak terlalu ketat, dan tidak terlalu longgar.

DISIPLIN DALAM YOGA BUKANLAH UNTUK DIPAKSAKAN. Bahkan, sesuatu yang dipaksakan menjadi peraturan, hukum, Bukan disiplin lagi. Dalam pengertian Yoga, disiplin adalah bersifat swa-disiplin, self-discipline, mendisiplinkan diri.

Ketika kita memaksa diri – mengikuti tradisi, hukum adat, kepercayaan turun-temurun – untuk berpuasa atau melakukan ritus lainnya, Maka pikiran kita bukannya terkendali, malah menjadi liar. Padahal, tujuan disiplin-diri adalah pengendalian pikiran.

MEMAKSA DIRI UNTUK MELAKUKAN SESUATU membuat gugusan pikiran dan Perasaan- mind – memberontak. Orang yang memaksa diri untuk berpuasa, walau tidak diakuinya, hanyalah memikirkan Makan sepanjang hari. Orang yang dipaksa melakukan Japa, hanyalah jari-jarinya yang sibuk dengan biji Japamala, ganitri – hatinya entah dimana!

Disuruh, dipaksa, atau memaksa diri begadang dan melakukan latihan tertentu, tidak membantu pula. Apa pun yang kita lakukan, mestilah atas kemauan sendiri, atas keinginan diri, atas kehendak diri. Bukan Karena disuruh, dipaksa. Puasa, Japa, semuanya berguna dan bermanfaat, asal kita melakukannya atas kesadaran-diri, Bukan Sebagai kewajiban yang dipaksakan.

KITA MESTI MENCINTAI APA YANG KITA LAKUKAN. Landasan bagi Yoga, bagi laku atau pelatihan Yoga pun persis sama. Kita mesti mencintainya. Dan untuk itu, jagalah moderasi. Jangan ekstrem-ekstreman.

Hola mengikuti saran seorang motivator dan memaksa diri untuk mengucapkan “I Love You” kepada istrinya – secara teratur 3 kali sehari. Persis seperti Makan obat. Pasalnya, Ia ingin mempertahankan perkawinannya yang sudah mulai retak. Setelah beberapa hari demikian, tante Holi, istri Hola, mulai curiga, “Ada apa dengan suamiku? Dulu tidak seperti itu!”

Maka Ia pun menegurnya, “Hola kau sinting, I Love You, I Love You – tiga kali sehari – kau pikir kau dapat meracuniku dengan pembasmi virus perceraian?”

Intinya,

BE NATURAL! Jangan memaksa diri untuk melakukan sesuatu. Jangan mempertahankan suatu keadaan, Jika perubahan sudah menjadi takdir!

Be moderate, be natural – itulah Yoga.

Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ; Sarve santu nirāmayāḥ; Sarve bhadrāṇi paśyantu; Mā kashchit duḥkha bhāgbhavet; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga semua makmur, bahagia dan bebas dari penyakit. Semoga semua mengalami peningkatan kesadaran, dan bebas dari penderitaan. Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

Bontang, 10/01/2018-MA

ditulis ulang dari Buku Bhagavad Gītā oleh AK Hal 258-259

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai