Too Much Attention Makes a Donkey Think He is a Lion

NM. Adnyani

Ada kalimat sederhana namun sarat makna: “Too much attention makes a donkey think he is a lion.”

Ungkapan ini mengingatkan kita pada bahaya perhatian dan pujian yang berlebihan. Seekor keledai tetaplah keledai, tetapi jika terlalu banyak disanjung, ia bisa merasa dirinya singa.

Fenomena serupa sering kita jumpai dalam kehidupan manusia. Ketika seseorang terlalu dimanja oleh sorak-sorai, ia mudah terjebak dalam ilusi kebesaran. Padahal, kebesaran sejati tidak lahir dari sanjungan, melainkan dari kualitas batin, kerja keras, dan ketulusan.

Pujian: Ujian yang Terselubung

Banyak orang memahami penderitaan sebagai ujian, tetapi tidak semua menyadari bahwa pujian juga adalah ujian. Bahkan, pujian bisa menjadi ujian yang lebih berat. Saat dikritik, manusia cenderung mawas diri. Tetapi saat dipuji, ia bisa terlena. Rasa percaya diri memang tumbuh, tetapi jika tidak dijaga, ia menjelma menjadi kesombongan.

Sanjungan yang berlebihan bagaikan racun manis. Ia tidak menyakiti dengan cepat, tetapi perlahan membuat seseorang kehilangan pijakan. Ia mulai mengira bahwa keberhasilannya hanya karena dirinya sendiri, lupa bahwa ada orang lain yang ikut berperan, dan lupa bahwa kehidupan selalu berubah.

Bahaya Ilusi Kebesaran

Ketika keledai merasa dirinya singa, ia sesungguhnya sedang hidup dalam kebohongan. Demikian pula manusia yang terbuai oleh tepuk tangan. Ia mungkin merasa kuat, padahal rapuh. Ia merasa berkuasa, padahal hanya bergantung pada pengakuan orang lain.

Ilusi kebesaran ini berbahaya, sebab membuat manusia berhenti belajar. Mengapa harus belajar, kalau ia merasa sudah menjadi yang paling hebat? Mengapa harus mendengar orang lain, kalau ia mengira dirinya selalu benar? Dari sinilah awal kejatuhan dimulai.

Seni Menyikapi Pujian

Lalu, bagaimana kita seharusnya bersikap?

Bukan berarti pujian harus ditolak, sebab pujian bisa menjadi energi positif. Namun, pujian harus diterima dengan kesadaran.

Sambutlah dengan syukur, tetapi jangan berlama-lama menikmatinya. Jadikanlah pujian sebagai pengingat untuk tetap berbuat lebih baik, bukan alasan untuk berhenti berkembang. Yang paling penting, jangan pernah menggantungkan nilai diri pada sorak-sorai orang lain.

Kebesaran sejati lahir dari keheningan batin—dari kemampuan untuk tetap teguh, bahkan ketika dunia tidak memberi tepuk tangan.

Menjadi Singa Sejati

Singa sejati tidak membutuhkan sorak-sorai untuk mengetahui keberaniannya. Ia tahu siapa dirinya, apa yang menjadi kekuatannya, dan di mana tempatnya berdiri. Begitu pula manusia bijak: ia tidak mengukur dirinya dari sanjungan, melainkan dari kejujuran hati dan konsistensi dalam berbuat.

Maka, berhati-hatilah dengan pujian. Jangan sampai kita hanya menjadi “keledai yang mengira dirinya singa.” Lebih baik kita menjadi manusia yang tetap sederhana, meski banyak dipuji; tetap belajar, meski sudah dianggap berhasil; dan tetap teguh, meski dunia sunyi dari perhatian.

Sebab pada akhirnya, kebesaran bukanlah tentang seberapa banyak orang menyanjung, melainkan seberapa jujur kita pada diri sendiri.

Seminar Jurnalistik & Podcast: Speak and Write to Inspire

Taranty Shakila Balqis

Bersama Narasumber Bapak Suriadi Said

SMAN 1 Bontang menggelar Seminar Jurnalistik & Podcast pada Sabtu (16/8) di aula sekolah. Kegiatan ini mengangkat tema “Jurnalisme dan Public Speaking di Era Konten” dan bertujuan menumbuhkan kreativitas, minat, serta bakat siswa dalam menghasilkan konten yang berkualitas di era digital.

Paparan Materi Jurnalistik Asik

Acara dibuka dengan laporan dari Ketua Ekstrakurikuler Jurnalistik dan Podcast, Resti Ririn Rahmadani bersama Muhammad Fatih Faza. Selanjutnya, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Ni Made Adnyani secara resmi membuka kegiatan. Suasana hangat terlihat ketika para peserta, yang merupakan anggota ekstrakurikuler jurnalistik dan podcast, menyimak materi dengan antusias dan aktif bertanya.

Materi pertama disampaikan oleh Ketua PWI Bontang, Suriadi Said, yang menekankan pentingnya kode etik dalam dunia jurnalistik. Ia mengingatkan bahwa seorang jurnalis harus selalu melakukan crosscheck untuk memastikan kebenaran berita, mengulik informasi secara mendalam, serta tidak mencampurkan opini pribadi dalam penulisan.

Sesi berikutnya diisi oleh Arya Nadim, yang membawakan materi Basic Photography. Ia memperkenalkan teknik dasar fotografi, terutama konsep rule of thirds sebagai pedoman menentukan titik fokus objek. Para peserta juga diberi kesempatan mempraktikkan langsung teknik pengambilan foto, mulai dari mengatur komposisi, pencahayaan, hingga warna.

Kegiatan yang diikuti sekitar 50 peserta ini diharapkan dapat mengasah keterampilan sekaligus memperkaya ide dan konsep kreatif siswa, sehingga mampu menghasilkan karya jurnalistik dan podcast yang relevan dengan perkembangan zaman.

Editor: NM. Adnyani

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai