Meningkatkan Kualitas Dokumentasi: Webinar Fotografi untuk Jurnalis Sekolah

Hari ini, dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional, aku mengadakan webinar fotografi dengan fokus pada dokumentasi kegiatan. Webinar ini diikuti oleh seluruh anggota ekstrakurikuler jurnalistik yang memiliki peran penting dalam mendokumentasikan berbagai aktivitas sekolah.

Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh temuan dari hasil dokumentasi tim jurnalistik yang selama ini belum memenuhi standar yang diharapkan. Meskipun jumlah foto yang diambil cukup banyak, kualitasnya masih kurang optimal—banyak yang tidak menggambarkan keseluruhan kegiatan dengan baik. Hal ini menyebabkan dokumentasi tidak dapat digunakan secara maksimal, baik untuk publikasi maupun arsip sekolah.

Materi

Melihat permasalahan ini, aku merasa perlu memberikan pemahaman lebih mendalam kepada para jurnalis muda agar mereka dapat menghasilkan dokumentasi kegiatan yang lebih baik dan sesuai standar jurnalistik.

Webinar ini bertujuan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman tentang dokumentasi kegiatan – Peserta diberikan wawasan mengenai prinsip-prinsip dasar dalam mendokumentasikan sebuah acara agar hasilnya lebih representatif.

2. Mengenalkan teknik dasar fotografi – Materi mencakup aspek teknis seperti komposisi, pencahayaan, sudut pengambilan gambar, dan momen penting yang harus diabadikan dalam suatu kegiatan.

3. Melatih keterampilan praktik langsung – Dengan pemahaman yang lebih baik, peserta diharapkan dapat menerapkan teknik yang diajarkan untuk menghasilkan dokumentasi yang lebih berkualitas.

4. Mendorong profesionalisme dalam jurnalistik sekolah – Dokumentasi yang baik bukan hanya sekadar mengambil gambar, tetapi juga menyampaikan cerita dari sebuah kegiatan.

Contoh ilustrasi dokumentasi yang efektif

Selama sesi berlangsung, aku menyampaikan materi tentang pentingnya dokumentasi dalam setiap kegiatan. Aku juga menjelaskan bagaimana foto yang baik tidak hanya soal jumlah, tetapi juga kualitas dan kesesuaiannya dengan konteks acara yang didokumentasikan.

Photo yang menggambarkan anak ekskul lagi kerja

Dengan adanya webinar ini, aku berharap para anggota jurnalistik dapat lebih memahami pentingnya dokumentasi yang baik dan mampu menerapkan ilmu yang telah dipelajari dalam setiap kegiatan sekolah. Dokumentasi yang berkualitas tidak hanya akan menjadi arsip yang berharga, tetapi juga dapat meningkatkan citra sekolah dan memperkuat peran jurnalistik dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Semoga semangat belajar dan meningkatkan keterampilan ini terus menyala dalam diri mereka!

Nyala Api Semangat Belajar: Kisah di Malam Kamis

We Listen, We Don’t Judges

Menjelaskan tokoh tokoh

Kamis, 6 Februari 2025, adalah hari yang padat bagiku. Aku dijadwalkan mengajar kelas bahasa Sanskerta dengan materi Bhagavad Gita pada pukul 19.00 WITA. Namun, di jam yang sama, aku masih berada di Pura Buana Agung Bontang, mendampingi latihan Tari Gantar untuk persiapan piodalan.

Latihan tari berakhir pukul 19.39 WITA, jauh melewati jadwal kelas yang seharusnya sudah dimulai. Aku pun segera menghubungi murid-muridku, menanyakan apakah mereka masih ingin belajar malam itu atau tidak. Dalam hati, aku siap jika mereka memilih untuk menunda kelas—bagaimanapun, keterlambatan ini bukan hal yang ideal bagi proses belajar. Namun, jawaban mereka membuatku terenyuh.

“Siap belajar, Bu!”

Tanpa ragu, aku bergegas menuju mobil, menyalakan aplikasi Zoom dari ponsel, dan mulai mengajar.

Di kelas virtual malam itu, hanya dua murid yang hadir—satu dari Palangkaraya dan satu lagi dari NTB. Mungkin bagi sebagian orang, ini tampak seperti kelas kecil yang tidak berarti. Namun bagiku, mereka adalah bukti nyata bahwa ilmu selalu menemukan jalannya kepada mereka yang sungguh-sungguh mencari.

Sebenarnya, sejak awal, kelas ini diikuti oleh belasan murid. Namun, satu per satu mereka menghilang, tidak lagi hadir dalam pertemuan-pertemuan berikutnya. Hanya dua orang ini yang tetap bertahan, yang tetap berkomitmen untuk belajar, meskipun mungkin teman-teman mereka sudah memilih jalan lain.

Karena mereka semangat, akupun ikut semangat. Aku mengajar dari dalam mobil, tanpa pencahayaan yang memadai, tetapi tetap berusaha memberikan yang terbaik. Aku menggunakan dua ponsel yang tersedia—satu untuk suara dan satu lagi untuk share screen.

Mungkin aku terdengar berlebihan, tapi aku tidak punya pilihan lain. Di luar, di wantilan, masih banyak orang yang ramai berkumpul. Mengajar di gedung itu bukanlah opsi yang memungkinkan. Maka, meski dalam keterbatasan, aku tetap melanjutkan kelas.

Aku bangga melihat mereka. Di tengah banyaknya anak yang lebih memilih meninggalkan pelajaran, mereka tetap bertahan. Mereka menyimak, berdiskusi, dan menyerap ilmu dengan penuh semangat. Bahkan, sesi yang seharusnya berakhir pukul 20.00 WITA akhirnya melampaui batas waktu—kami baru menyudahi kelas pada pukul 20.30 WITA.

Malam itu, aku kembali diingatkan bahwa jumlah bukanlah ukuran utama dalam mengajar. Yang lebih berharga adalah semangat dan dedikasi mereka yang tetap bertahan dalam proses belajar, meskipun banyak tantangan menghadang.

Api semangat belajar yang menyala dalam diri mereka adalah cahaya harapan bagi pendidikan. Dan selama nyala itu ada, aku akan terus mengajar.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai