Melakoni Meditasi untuk mencapai Nirvāna

Marilah kita berdoa sebelum membaca Bhagavad Gītā

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

praśāntātmā vigata-bhīr brahmacāri-vrate sthitah

manah samyamya mac-citto yukta āsīta mat-parah

Bhagavad Gīta, 6.14

“Demikian, dengan tekad yang bulat untuk mempertahankan kesucian diri atau brahmacārya serta membuang jauh rasa takut; dengan pikiran terkendali dan terpusatkan pada-Ku, hendaknya seorang Yogī duduk Tenang, larut dalam kesadaran-Ku.”

Menjadi seorang brahmacāri bukanlah berarti “menghindari seks” semata, tetapi tidak tergoda oleh hawa-nafsu, oleh pemicu-pemicu di luar-diri.

BRAHMACĀRYA ADALAH PENGUNGKAPAN KESUCIAN DIRI. Mereka yang Selalu bertahan pada definisi brahmacāri sebagai orang yang tidak melakukan kegiatan seksual – perlu diingatkan bahwa Arjuna sudah beristri, lalu bagaimana dengan Krsna sendiri? Krsna pun Sama. Apakah mereka tidak boleh melakukan Meditasi?

Untuk Apa Krsna mengajarkan, Jika Meditasi memang Bukan untuk Arjuna yang sudah berkeluarga? Bagaimana pula Krsna bisa mengajarkan sesuatu yang tidak dipraktekkannya sendiri?

Banyak kisah lucu dari mereka yang terbiasa menggunakan berbagai dalih untuk “membuktikan” bila:

MEDITASI BUKANLAH UNTUK MEREKA – “Brahmacārya adalah masa bujang, Jadi Meditasi cocok untuk masa itu. Kalau sudah berkeluarga sudah tidak cocok lagi.”

Ada kubu lain lagi – kubu para bujang, “aku tidak boleh Meditasi, Karena tidak mampu mengendalikan nafsu seks. Aku belum brahmacārī.”

KALAU MEMANG TIDAK MAU MEDITASI, YA SUDAH. Krsna tidak menyumpahi kita. Kita sendiri bertanggungjawab sepenuhnya atas setiap keputusan dan perbuatan kita. Tidak perlu mencari pembenaran. Make it simple. “Aku tidak atau belum siap melakoni Meditasi”. Titik.

Silahkan menjalani hidup Tanpa kewaspadaan, tanpa kejernihan pandangan serta pikiran – silahkan tersandung, Baru ingat Meditasi! Tidak Ada salahnya juga, Jika kita memang ingin menjalani duka-derita dunia – 3D – Baru melakukan Meditasi. Kita boleh pilih sendiri – hidup dalam kebingungan seperti Arjuna “saat ini” – atau hidup berkesadaran seperti Arjuna “sesaat lagi”?

Kita lanjutkan pada sloka berikutnya:

yuñjann evam sadātmānam yogī niyata-mānasah

śāntim nirvāna-paramām mat-samsthām adhigacchati

Bhagavad Gītā, 6.15

“Demikian, dengan seluruh gugusan pikiran serta perasaannya terpusatkan pada-Ku, seorang Yogī yang telah berhasil mengendalikan pikirannya, mencapai kedamaian sejati – Nirvāna tertinggi – yang bersumber dari-Ku juga”.

Nirvāna adalah suatu keadaan pikiran yang sudah tidak liar lagi, perasaan atau emosi pun tidak berjungkat-jungkit lagi. Nirvāna adalah “pemadaman api pikiran serta perasaan”. Tiada lagi gejolak di dalam diri.

NIRVĀNA ADALAH KEBEBASAN MUTLAK – MOKSA. Nirvāna adalah kedamaian Sejati yang merupakan “rasa terdalam” – Bukan rasa “emosi”. Dan, rasa terdalam itu bersumber Dari Ia Hyang adalah Wujud Kebahagiaan Sejati – Sang Jiwa Agung.

“Pemusatan pikiran pada-Ku” adalah pemusatan diri pada diri – pada Sumber Kebahagiaan Sejati yang Ada di dalam diri. Kedamaian Sejati “Nirvāna” pun bukanlah suatu yang asing dan Ada di lapisan langit tertinggi.

NIRVĀNA ADALAH KEADAAN ALAMI “SETIAP DIRI” – keadaan Alami anda dan saya, keadaan tanpa keterikatan, tidak Ada belenggu, tidak Ada perbudakan. Nirvāna adalah kebebasan Jiwa. Sementara itu, dunia luar adalah kebalikannya….

DUNIA LUAR ADALAH SAMSĀRA – Alam pengulangan yang menyengsarakan. Betapa bodohnya kita yang terjebak dalam roda pengulangan samsāra! Sudah tergilas sekali di bawah rodanya, tetap tidak sadar. Tetap tidak menyingkir, dan menghindari penggilasan diri di bawah rodanya terus- menerus – inilah Samsāra.

Inilah pemusatan pada dunia: “pasanganku dulu kurang ajar, maka kuceraikan saja; pasanganku Sekarang betul-betul hebat!” Tidak lama kemudian, Tante Shakila yang menyatakan demikian kita jumpai di Rumah Sakit Jiwa. Kenapa bisa? Ya, bisa, so pasti jo! Ternyata pasangan baru pun “hanya bertahan Baru” selama beberapa Minggu. Baru, sebaru apa pun, bisa menjadi lama dalam sekejap. Ya Hola, ya Bola – Sama saja. Pengulangan pengalaman sebelumnya! Tante Shakila tidak tahan lagi, Maka Jadi gila!

Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ; Sarve santu nirāmayāḥ; Sarve bhadrāṇi paśyantu; Mā kashchit duḥkha bhāgbhavet; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga semua makmur, bahagia dan bebas dari penyakit. Semoga semua mengalami peningkatan kesadaran, dan bebas dari penderitaan. Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

Bontang, 08/01/2017

ditulis ulang dari Buku Bhagavad Gītā oleh AK Hal 256-258

Duduk dalam postur tertentu untuk Memusatkan Kesadaran pada “Satu Titik”

Marilah kita berdoa sebelum membaca Bhagavad Gītā

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

samam kāya-śiro-grīvam dhārayann acalam sthirah

sampreksya nāsikāgram svam diśaś cānavalokayan

Bhagavad Gītā, 6.13

“Duduk Tenang Tanpa gerakan, dengan menpertahankan badan, kepala, dan Leher tegak, lurus; dengan Kesadaran sepenuhnya terpusatkan pada ujung hidung, Tanpa memandang ke arah lain.”

Tidak ada dua definisi tentang “duduk tenang, tegak, lurus” – namun, dalam hal “pemusatan Kesadaran pada ujung hidung” – Ada dua definisi:

Definisi pertama: adalah memusatkan kesadaran pada ujung hidung diantara lubang hidung – Bagian bawah – sehingga ketika kita melakukan hal itu, mata kita akan tampak jereng!

Definisi kedua adalah memusatkan kesadaran pada ujung atas dari hidung – yakni antara kedua alis mata. Jika melakukan hal itu dengan mata terbuka, maka bola mata kita hampir tidak terlihat lagi. Hanya Bagian Putih yang terlihat.

Masih ada kemungkinan lain lagi yaitu, seperti dalam kemungkinan kedua – memusatkan kesadaran pada ujung atas – antara kedua alis mata – namun dengan mata tertutup – sehingga tidak menyeramkan seperti Jika dilakukan dengan mata terbuka.

Saya sudah membaca sekian banyak literatur, masing-masing “memperkarakan” soal mata dan ujung hidung – hingga ayat ini terlupakan, yaitu:

Pemusatan kesadaran – silahkan memilih mana yang lebih cocok bagi Anda – yang penting kesadaran kita “terpusatkan pada suatu titik”.

kita bisa menggunakan gambar – entah gambar titik, lukisan atau foto Sadguru kita. bisa juga menggunakan foto atau lukisan apa saja yang kita sukai – silahkan memusatkan kesadaran pada “suatu titik” itu. Silahkan menerjemahkan “titik” sesuai dengan kepercayaan, keyakinan kita masing-masing

bagi sebagian orang – bahkan bagi mayoritas – barangkali lebih mudah memusatkan kesadaran lewat Japa, atau pengulangan Mantra atau sebutan bagi Hyang Maha Agung. jika itu menjadi pilihan, maka silahkan juga. tidak menjadi soal.

kembali pada………

DUDUK TEGAK LURUS…. ini penting untuk mempertahankan kelancaran aliran energi dalam tubuh. tulang punggung adalah pilar utama tubuh manusia. sesungguhnya bukan bagi tubuh saja – tapi bagi semangat hidup. silahkan mencobanya, dalam waktu 21 hari saja, anda akan menjadi lebih percaya diri.

tentang cara duduk – mereka yang sudah terbiasa melakukan āsana-āsana Yoga, bisa memilih antara duduk bersila – dalam segala variannya, Padmāsana, ardha-Padmāsana, Sukhāsana, atau duduk di atas kedua tumit – Vajrāsana. Bahkan, jika anda tidak terbiasa atau tidak bisa duduk bersila – silahkan duduk di atas kursi. carilah kursi yang agak tegak sandarannya, seperti kursi meja makan – tidak menjadi soal juga. Perhatikan esensi dari ayat ini, daging dari buah pemberian Krsna ini – buanglah kulitnya.

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

Samarinda, 06/01/2018-MA

Ditulis ulang dari Buku Bhagavad Gītā oleh AK Hal 256

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai