Uttarayana: Jalan Terang Menuju Keabadian

NM. Adnyani

Dalam keyakinan Hindu, kehidupan dan kematian bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan dua sisi dari satu perjalanan panjang menuju kesadaran tertinggi. Setiap momen dalam siklus waktu membawa kualitasnya sendiri, dan di antara dua kutub utama perjalanan matahari, terdapat satu fase yang dipandang sangat mulia: Uttarayana.

🌞 Apa Itu Uttarayana?

Uttarayana secara harfiah berarti “gerak ke utara”. Ini adalah periode enam bulan ketika matahari tampak bergerak dari selatan menuju utara (secara astronomis, dari belahan bumi selatan menuju utara), dimulai sekitar 14 Januari saat Makara Saṅkrānti, dan berakhir sekitar 21 Juni. Masa ini dianggap sebagai waktu siangnya para dewa, penuh cahaya, kesadaran, dan kemuliaan spiritual.

📖 Ajaran Kitab Suci

Bhagavad Gītā, menyatakan dengan jelas:

“Agnir jyotir ahaḥ śuklaḥ

ṣaṇ-māsā uttarāyaṇam

tatra prayātā gacchanti

brahma brahma-vido janāḥ”

(BG 8.24)

Artinya:

Mereka yang meninggal saat matahari bergerak ke utara, pada masa terang dan suci, mencapai Brahman — kesadaran tertinggi, dan tidak kembali lagi ke dunia kelahiran dan kematian.

Sloka ini menekankan bahwa kematian di masa Uttarayana bukan sekadar akhir, tapi sebuah pembebasan.

Bhīṣma: Teladan Kesadaran dalam Kematian

Kisah Bhīṣma Pitāmaha dalam Mahābhārata adalah contoh yang penuh makna. Ia memiliki anugerah icchā-mṛtyu — kemampuan untuk memilih waktu wafatnya sendiri. Dalam luka parah di medan Kurukshetra, Bhīṣma menunda kematiannya selama berminggu-minggu, berbaring di ranjang panah, menunggu Uttarayana tiba. Barulah setelah Makara Saṅkrānti, ia melepaskan napas terakhirnya. Ini bukan karena keinginan hidup, tetapi karena pemahaman spiritual mendalam bahwa kematian dalam Uttarayana membawa jiwa menuju moksha.

Doa Kita untuk Orang Terkasih

Dalam doa-doa untuk keluarga dan leluhur, panjatkanlah harapan:

“Semoga bila tiba waktunya, kami dan keluarga kami meninggal dalam terang Uttarayana.

Dalam damai, dalam kesadaran, dalam keadaan suci dan lepas dari segala keterikatan.”

Karena kematian terbaik bukan sekadar kapan tubuh berhenti bernapas, tetapi bagaimana jiwa itu lepas — dalam terang, bukan dalam gelap.

🌸 Makna Bagi Kita Hari Ini

Meskipun kita tidak bisa mengatur kapan ajal datang, kita bisa menyiapkan hidup kita agar selalu mengarah ke Uttarayana batin — hidup dalam kesadaran, terang nilai-nilai dharma, kasih, dan kedamaian. Jika kita hidup dalam terang, maka kapan pun kematian datang, ia akan menjadi jalan pulang, bukan perpisahan.

Semoga keluarga-keluarga kami yang telah berpulang atau akan berpulang, meninggal dalam terang Uttarayana, dan mencapai pembebasan yang suci.

Merayakan International Day of Yoga ke-11 bersama Bhadra Yoga Sanstha

NM. Adnyani, Pendiri Bhadra Yoga Sanstha

Sabtu pagi, 21 Juni 2025. Matahari belum sepenuhnya naik ketika halaman depan GOR PKT mulai terasa hangat oleh langkah-langkah kami yang datang dengan semangat dan niat baik. Di Hari Yoga Internasional yang ke-11 ini, saya bersama tiga sahabat—rekan seperjalanan dalam praktik spiritual dan jasmani—menghidupkan momen istimewa dengan sesi yoga outdoor yang penuh makna, sederhana namun khidmat.

Acara dimulai pukul 07.00 WITA, diiringi embusan angin lembut dan suasana kota yang masih tenang. Kami memulai dengan peregangan Pavana Mukta Asana, membangunkan tubuh perlahan dan menyambut hari dengan penuh kesadaran. Setelah tubuh siap, sesi dilanjutkan dengan rangkaian asana yang kami pilih dengan cermat untuk melibatkan seluruh elemen tubuh:

Sitting poses seperti Janusira Asana, Paschimottanasana, dan Yoga Mudra memberi ketenangan dan pelonggaran pada tulang belakang dan pusat energi. Lying poses seperti Bhujangasana (pose ular) dan Dhanurasana (pose busur) menguatkan otot punggung serta membuka dada—melambangkan keberanian untuk hidup lebih terbuka. Standing poses kami lengkapi dengan beragam gerakan yang membangkitkan keseimbangan, kekuatan, dan keharmonisan tubuh, seperti: Ustrasana (pose unta) Virabhadrasana (pose pejuang) Trikona Asana (pose segitiga) Pavitra Trikona Asana (pose segitiga suci) Tuladandasana (pose timbangan satu kaki) Natarajasan, Garudasana (pose rajawali)

Kami juga menyelaraskan energi dengan Surya Namaskara dan Chandra Namaskara, sebagai penghormatan terhadap polaritas semesta: aktif dan pasif, terang dan teduh.

Menjelang akhir sesi, kami memasuki tahap pendinginan. Makara Asana membawa tubuh kembali ke titik netral. Lalu, kami mengalirkan nafas dengan Nadi Shodhana Pranayama—pernapasan pembersih nadi yang membantu menyelaraskan sisi kanan dan kiri tubuh. Kami tutup dengan meditasi mindfulness, sebuah ruang sunyi untuk mengenali batin, hadir dalam keheningan, dan bersyukur atas momen yang telah terjadi.

Sebuah Inisiasi Kecil

Sebagai pemilik dan penggerak Bhadra Yoga Sanstha, saya merasa bersyukur bisa memulai inisiatif ini, walau dalam lingkup kecil. Yoga bukan sekadar olah tubuh, tetapi juga laku batin—jalan pulang ke dalam. Praktik pagi ini adalah pengingat bahwa kebersamaan, kesadaran, dan ketulusan bisa menjadi benih perubahan yang lebih luas, baik untuk diri sendiri maupun lingkungan.

Hari Yoga Internasional bukan hanya perayaan global. Ia adalah panggilan sunyi untuk hidup lebih utuh. Dan pagi ini, kami menjawabnya dengan tubuh, napas, dan hati.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai