Membersihkan Rumah Jiwa: Renungan Menjelang Nyepi

NM.Adnyani

Setahun telah berlalu. Banyak hal terjadi. Beberapa membawa tawa, beberapa menyisakan luka. Tapi semuanya menumpuk, tinggal di antara dinding-dinding rumah. Dinding yang tak hanya menahan angin dan hujan, tapi juga menyimpan bisu jejak-jejak emosi, suara tinggi yang pernah terucap, kesedihan yang dipendam dalam diam, dan rasa-rasa yang tak selesai.

Hari ini, sehari sebelum Nyepi, kami umat Hindu melaksanakan Tawur Kesanga. Sebuah upacara yang tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga spiritual. Melalui caru Panca Sato, kami mempersembahkan bagian terbaik dari alam—padi, daging, api, air, bunga—kepada Bhuta Kala, energi-energi liar yang menjadi bagian dari siklus hidup ini.

Tapi bagiku, caru bukan hanya untuk mereka yang tak kasat mata. Caru juga untuk diriku. Untuk bagian-bagian dalam jiwa yang selama ini mungkin terlupakan.

Dalam lontar Sundari Gama, disebut empat jenis Kala: Bhuta Raja, Kala Raja, Bhuta Kala, dan Kala Bala. Dahulu aku pikir itu hanya nama-nama makhluk astral, tapi kini aku mulai paham bahwa mereka juga hidup dalam diriku.

• Bhuta Raja adalah ego—saat aku merasa paling benar, paling tahu, paling berhak.

• Kala Raja adalah ketakutanku pada perubahan—pada kehilangan, pada akhir.

• Bhuta Kala adalah amarahku yang tak tertahankan, nafsu yang tak tersalurkan dengan baik.

• Kala Bala adalah bisikan-bisikan kecil dalam pikiran: rasa iri, rasa malas, rasa tidak cukup.

Keempatnya, bila dibiarkan, mengendap. Menjadi beban. Menjadi racun yang tak kasat mata, tapi nyata dalam dampaknya. Maka kami bersihkan semuanya hari ini. Tidak hanya lantai dan halaman rumah, tetapi juga sudut-sudut batin yang berdebu.

Kami haturkan segehan 108, kami nyalakan obor, kami bunyikan kentongan dan sangka. Bukan untuk menakuti para makhluk halus, tapi mungkin—untuk membangunkan kesadaran kami sendiri. Bahwa rumah ini harus dirawat. Jiwa ini harus disucikan.

Kami “ngerupuk”, bukan hanya mengusir, tapi juga mengakui: bahwa dalam rumah ini, dan dalam diri ini, pernah ada gelap yang perlu diberi cahaya. Besok, kami akan hening. Tidak ada lampu, tidak ada suara TV, tidak ada kendaraan. Tapi lebih dari itu—semoga tidak ada juga amarah, keluhan, atau penghakiman dalam pikiran.

Nyepi bukan hanya tentang diam, tapi tentang mendengar—mendengar yang sejati dari dalam. Dan Tawur hari ini adalah persiapan untuk itu: membersihkan ruang jiwa agar pantas ditinggali oleh keheningan. Karena kadang, yang paling suci adalah ketika kita tak berkata apa-apa, namun hati kita berbicara dalam diamnya terang.

#Renungan Diri

Tawur Kesanga 2025 di Bontang: Penyucian Jagat Menuju Keheningan Nyepi

NM. Adnyani

Bontang — Sehari menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1947, umat Hindu Kota Bontang melaksanakan upacara Tawur Kesanga. Tawur Kesanga merupakan salah satu rangkaian penting dalam tradisi Hindu Dharma sebagai bentuk penyucian jagat raya secara sekala (nampak) dan niskala (tak nampak).

Upacara Tawur Kesanga di Bontang dilaksanakan pada hari ini, Jumat, 28 Maret 2025, bertempat di halaman depan Pura Buana Agung Bontang. Meskipun berlangsung secara sederhana, pelaksanaan tetap mengedepankan makna spiritual. Tidak ada arak-arakan ogoh-ogoh seperti tahun-tahun sebelumnya, namun esensi penyucian tetap dilakukan melalui persembahan caru Panca Sato.

Caru Panca Sato merupakan jenis caru yang menggunakan lima jenis hewan sebagai simbol unsur alam, disertai berbagai sarana upakara lain seperti tetabuhan, dan banten. Umat yang hadir melaksanakan persembahyangan bersama untuk memohon agar seluruh kekuatan alam kembali harmonis.

Setelah pelaksanaan caru, umat Hindu melanjutkan dengan persembahyangan Tilem Kesanga. Kemudian, ulaman caru dibagikan kepada keluarga-keluarga untuk dipergunakan dalam ritual ngerupuk di rumah masing-masing pada sore hari. Ngerupuk dilakukan dengan mempersembahkan segehan 108 di pekarangan rumah, serta membunyikan kentongan, meniup terompet kerang (sangka), menyalakan dupa dan obor, sebagai simbol pengusiran energi negatif dari lingkungan sekitar.

Menurut Lontar Sundari Gama, Tawur Kesanga merupakan momen untuk menyucikan rumah dari pengaruh empat jenis kala, yaitu:

1. Bhuta Raja: Melambangkan ego dan keakuan yang berlebihan

2. Kala Raja: Simbol rasa takut terhadap perubahan

3. Bhuta Kala: Nafsu dan kemarahan yang tidak terkendali

4. Kala Bala: Rasa malas, iri, dan energi negatif lainnya

Keempat kala ini diyakini berada di sekitar manusia sepanjang tahun, dan perlu dibersihkan dan atau diseimbangkan melalui persembahan dan kesadaran spiritual.

Dengan selesainya upacara Tawur Kesanga, umat Hindu di Bontang kini bersiap untuk menyambut Hari Raya Nyepi dengan hati yang bersih dan lingkungan yang suci. Nyepi bukan sekadar hari tanpa aktivitas fisik, tetapi juga momen untuk refleksi batin dan perenungan spiritual.

Sebagaimana tertulis dalam Atharva Veda:

“Pṛthivī śāntāḥ śivāṁ kurmahe”

“Semoga bumi menjadi damai dan penuh kesejahteraan.”

Semoga pelaksanaan Nyepi tahun ini membawa ketenangan dan keseimbangan bagi seluruh umat, serta harmoni antara manusia, alam, dan Sang Hyang Widhi Wasa.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai